REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penepatan pelaksanaan musyawarah nasional (munas) Partai Golkar pada Januari 2015 diapresiasi oleh para bakal calon ketua umum (caketum). Namun dikatakan belum menjadi indikasi akan meredanya ketegangan di internal partai.
Pengamat politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan, apresiasi penentuan waktu wunas oleh para bakal caketum belum tentu membuat gejolak internal mereda. Karena gejolak itu bukan persoalan perbedaan pelaksanaan munas.
Melainkan lebih mengenai perbedaan pandangan dari kedua kubu di internal. Yaitu kubu yang mendukung Aburizal Bakrie (Ical) untuk maju lagi dan kubu yang berlawanan.
Emrus menilai, substansi dari ketegangan yang terjadi dalam internal Golkar adalah perbedaan pandangan. "Oleh karena itu, sepanjang Ical masih mencalonkan diri menjadi ketua umum Golkar periode selanjutnya, sepanjang itu saya pikir tidak mereda," jelas Emrus, Jumat (14/11).
Menurut dia, jika ingin menyelamatkan Golkar, maka ada baiknya jika Ical tak lagi mencalonkan diri untuk menjadi ketua umum. Kemudian memberi kesempatan pada mereka yang muda dan berpengalaman.
Ia menilai, Ical memiliki imej yang kurang baik. Khususnya terkait pencapaian Golkar yang kurang menonjol pada masa kepemimpinannya. "Lebih baik membangun branding baru (untuk pimpinan Golkar)," terang Emrus.
Ia mencatat, pencapaian Ical yang gagal antara lain terkait target kursi legislatif. Sebelumnya, Golkar menargetkan untuk mendapatkan 30 persen kursi legislatif.
Praktiknya, pencapaian Golkar hanya setengahnya, yaitu sekitar 14 persen lebih. "Ini anjlok banget lho, 50 persen (dari target)," ujar Emrus.