REPUBLIKA.CO.ID, Bandung -- Ribuan massa menggelar "Aksi Rakyat Jabar Tolak Kenaikan BBM" di depan Gedung Sate, Kota Bandung, pada Selasa (11/11). Dalam orasinya, Pengurus DPD I HTI Jawa Barat Agus Suryana mengatakan sumber daya alam minyak bukan lagi hak milik rakyat terkait adanya wacana kenaikan bahan bakar minyak (BBM).
Menurutnya rencana pemerintah menaikan harga BBM bulan ini menunjukan adanya semacam paradoks.
"Bukan untuk rakyat. Yang terjadi saat ini, sumber daya alam, termasuk minyak, kini justru menjadi milik para Kapitalis. Mereka yang mengelola dan menuai keuntungan paling besar atas minyak. Terlebih apabila BBM di naikkan," kata, Rabu (12/11).
Sementara, Humas HTI Jawa Barat Luthfi Afandi menyatakan bahwa alasan pemerintah untuk mencabut subsidi BBM hanya akal-akalan.
"Bila pemerintah selama ini menyatakan bahwa BBM subsidi harus dicabut karena banyak dinikmati orang kaya, ini salah besar. Faktanya rakyat menengah kebawahlah yang menggunakannya," jelasnya.
Mengacu pada data Sensus Ekonomi Nasional (Susenas) 2010, Lutfhi mengatakan, ditemukan pengguna BBM subsidi 65 persennya adalah rakyat kelas bawah dan miskin. Justru, tambah dia, terkategori kaya, hanya dua persen yang menikmati subsidi BBM.
Selain itu, data tersebut juga mengungkapkan, bahwa dari total jumlah kendaraan di Indonesia sebanyak 53,4 juta, 82 persen diantaranya adalah kendaraan roda dua yang notabene dimiliki kelas menengah kebawah.
Luthfi menuntut agar pemerintah menghentikan segala bentuk liberalisasi Migas. Dengan mengambil alih berbagai kepemilikan Migas yang kini dikuasai Kapitalis. Kemudian sebagai gantinya, Ia menuntut pemerintah kembali pada Syariat Islam yang telah memiliki seperangkat aturan untuk mengelola Migas.
"Jalan penerapan Syariah Islam ini hanya satu, yakni dengan penerapan Khilafah Islam," katanya.