Selasa 11 Nov 2014 09:31 WIB

Fahira Idris: Jokowi Harus Luruskan Simpang Siur Kartu Sakti

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Citra Listya Rini
Fahira Idris
Foto: ist
Fahira Idris

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  --  Polemik terkait peluncuran Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) oleh Presiden Joko Widodo tidak hanya mengundang kebingungan masyarakat, tapi sempat menyulut kisruh dewan mengenai dasar hukum dan sumber pendanaannya.

Anggota DPD RI Fahira Idris mengatakan mengakui ketiga program yang diluncurkan Presiden Jokowi ini sangat bagus. Ia tidak terlalu peduli jika program ini disebut-sebut modifikasi program pemerintah sebelumnya.

Hanya saja, ia menggaris bawahi manfaat yang tidak dirasakan optimal oleh rakyat hanya karena persoalan regulasi dan administrasi. Oleh karena itu, sepulang lawatan dari luar negeri, Fahira menyarankan Presiden segera meluruskan semua polemik ini.

Skema pendanaan juga harus segera dijelaskan oleh pemerintah sebab program ini berjangka panjang dan berkelanjutan. Agar tak ada isu program ini asal-asalan, tapi memang terencana.

Yang paling penting, lanjut Fahira, pemerintah harus punya mekanisme yang terukur sejauh mana ketiga kartu sakti ini membuat masyarakat menggunakannya secara rasional. ''Jangan sampai keluarga yang menerima KKS, uangnya malah dipakai untuk membeli rokok,'' kata Fahira, Senin (10/11).

Selama bermanfaat dan membantu masyarakat kecil, Fahira mengaku akan dukung penuh program ini. Ia menilai Pemerintah juga harus segera memasifkan sosialisasi mekanisme proses pencairan dana bantuan.

Fahira mengungapkan dirinya mendapat banyak laporan kebingungan pemerintah daerah mengeksekusi ketiga program ini. Mereka meminta agar petunjuk teknis segera diterbitkan.

''Ini agar tidak tumpang tindih sebab daerah pun mempunyai program yang hampir sama,'' ungkap Wakil Ketua Komite III DPD RI yang membidangi kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial ini.

Persoalan yang harus segera diselesaikan terkait ketiga program ini adalah ketersediaan data penduduk miskin atau rentan miskin, baik fakta lapangan atau data BPS. Ini penting penting agar distribusi kartu berjalan benar dan program ini tepat sasaran.

''Data  selalu jadi masalah di negeri ini. Jangan sampai mengulang program sebelumnya di mana banyak yang berhak malah tidak dapat bantuan,'' kata dia.

Ke depan tambah Fahira, program-program bantuan seperti ini paradigmanya harus mulai berubah menjadi bantuan yang bersifat padat karya bukan bantuan uang langsung. Di negara maju, kata dia, bantuan warga miskin bersifat produktif dan sementara.

Jika masyarakat miskin penerima bantuan sudah bisa berdiri sendiri, maka bantuan segera dicabut. Sehingga beban negara berkurang dan bisa dialokasikan untuk mensubsidi transportasi umum, listrik dan air bersih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement