Ahad 09 Nov 2014 07:01 WIB

Kenaikan Harga BBM 'Bunuh' Nelayan Tradisional

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Bayu Hermawan
Kapal nelayan asal Thailand ditahan di dermaga Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pulau Setoko, Batam, Senin (3/11). (Antara/Joko Sulistyo)
Kapal nelayan asal Thailand ditahan di dermaga Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pulau Setoko, Batam, Senin (3/11). (Antara/Joko Sulistyo)

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Nelayan tradisional yang ada di Kabupaten Indramayu meminta pemerintah tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Sebab kenaikan harga BBM hanya akan membuat nasib mereka semakin terpuruk.

"(Pemerintah menaikkan harga BBM) sama dengan membunuh nelayan kecil secara perlahan-lahan," ujar Sekretaris KUD Sri Mina Sari Glayem Juntinyuat, Dedi Aryanto, Sabtu (9/11)

 

Dedi menjelaskan dengan harga BBM bersubsidi yang saat ini berlaku, kehidupan nelayan tradisional sudah sulit. Sebab dengan perahu tradisional dibawah 5 GT, para nelayan tradisional sering terkendala cuaca saat melaut. Selain itu, nelayan tradisional juga tidak bisa berlayar hingga ke perairan yang jauh untuk mencari ikan.

 

Ia mencontohkan, selama beberapa pekan terakhir, gelombang tinggi melanda perairan Indramayu. Nelayan tradisional pun tidak bisa melaut karena kondisi tersebut membahayakan keselamatan mereka.

Dampaknya mereka tidak bisa memperoleh penghasilan untuk kehidupan keluarga sehari-hari. Mereka terpaksa berutang kanan kiri untuk menutupi kebutuhan ekonomi. "Karena terdesak kebutuhan ekonomi, sejumlah nelayan nekad melaut meski cuaca belum benar-benar kembali normal," katanya.

Saat sampai di perairan, ternyata gelombang tinggi tiba-tiba datang. Para nelayan tradisional pun segera kembali ke darat untuk menyelamatkan diri. Padahal, mereka belum sempat memperoleh hasil tangkapan yang banyak.

 

"Modal yang mereka keluarkan Rp 500 ribu, tapi hanya dapat (hasil tangkapan senilai) Rp 100 ribu," jelasnya.

Ia menambahkan, modal yang diperoleh para nelayan tradisional pun merupakan didapat dari meminjam kepada bakul/juragan kapal. Akibatnya, mereka kini tak bisa membayar utang tersebut.

 

Tak hanya itu, lanjut Dedi, keterpurukan nasib nelayan juga disebabkan belum adanya standarisasi dari pemerintah tentang harga ikan. Akibatnya, harga ikan sering jatuh dan merugikan nelayan.

 

"Dengan harga BBM bersubsidi saja kondisi nelayan tradisional begitu sulit. Apalagi nanti kalau harga BBM naik," ucap dedi.

 

Sementara Ketua Serikat Nelayan Tradisional (SNT), Kajidin, juga menolak kenaikan harga BBM. Menurutnya, kenaikan harga BBM akan membuat modal melaut menjadi membengkak. Sebab sebagian besar modal melaut digunakan untuk keperluan BBM (solar).

Selain itu, terang Kajidin, kenaikan harga BBM pasti akan memicu kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan pokok. Dengan demikian, perbekalan melaut juga akan semakin mahal.

Di sisi lain, kata Kajidin, harga ikan hingga kini tak menentu bahkan cenderung anjlok saat pasokan ikan berlimpah. Hal itu menyusul belum adanya standar harga ikan yang ditetapkan pemerintah seperti halnya gabah dan beras.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement