Jumat 07 Nov 2014 20:59 WIB

NTB Minta Mendagri Tinjau Ulang Pengosongan Agama

 KTP Elektronik atau e-KTP
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
KTP Elektronik atau e-KTP

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat meminta Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meninjau ulang rencana mengosongkan kolom agama bagi pemeluk agama dan kepercayaan minoritas dalam kartu tanda penduduk (KTP).

Wakil Gubernur NTB H Muhammad Amin menghargai dan menghormati setiap gagasan yang disampaikan pemerintah pusat, di antaranya mengakomodasi pemeluk agama dan kepercayaan minoritas boleh tidak mencantumkan nama agama di KTP.

Akan tetapi, kata dia, sebelum rencana tersebut disampaikan hendaknya tidak menimbulkan gejolak maupun kebingungan di tengah masyarakat. Sebab, keberadaan atau penetapan agama di Indonesia sudah diatur di dalam Keputusan Presiden Nomor 1/1965 khususnya pasal 1 yang menyebut agama di Indonesia hanya enam.

"Kalau kami di daerah melihat persoalan ini pasti rujukannya Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Walaupun di dalamnya, negara membebaskan rakyatnya untuk memeluk agama, tetapi sampai hari ini negara baru mengakui ada enam agama di Indonesia," kata Amin, Jumat (7/11).

Untuk itu, sebelum ide tersebut mengundang polemik yang berkepanjangan, orang nomor dua di NTB itu meminta agar Kementerian Dalam Negeri meninjau ulang rencana tersebut. Sebab, dikhawatirkan akan menimbulkan keresahan maupun gesekan di masyarakat.

"Apakah ide ini sudah dikaji terlebih dulu atau tidak, tentu kami tidak tahu. Kalaupun sudah dilontarkan, kami meminta agar persoalan ini dikaji kembali secara lebih mendalam, mengingat negara sendiri telah mengakui ada enam agama di Indonesia," jelasnya.

Namun, demikian kata wagub, dalam sistem ketatanegaraan, Indonesia menganut asas Pancasila bukan berdasarkan asas agama. Dalam salah satu peraturan dijelaskan bahwa agama di Indonesia hanya ada enam, Islam, Kristen, Protestan, Hindu, Budha, dan Kong Hu Chu.

Oleh karenanya, kata dia, kalaupun ada wacana seperti itu, semestinya pemerintah bisa mengkaji persoalan ini secara lebih mendalam, sehingga pada akhirnya tidak seolah-olah pemerintah mengakomodasi seluruh penganut agama meskipun itu bertentangan dengan agama yang telah diakui oleh pemerintah.

"Jadi kalau pun ada apresiasi dari negara lain, saya rasa kita tidak perlu harus mengikuti negara lain. Karena negara ini memiliki aturan sendiri, dan agama yang diyakini telah diakui oleh negara," ujar Amin.

Kemendagri memutuskan mengakomodasi pemeluk agama dan kepercayaan minoritas dengan merevisi sejumlah aturan soal jumlah agama yang berlaku di Indonesia. Salah satunya terkait aturan yang menyebut agama di Indonesia hanya enam.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement