REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk menaikkan harga BBM mendapat penolakan dari berbagai pihak. Meski demikian, jika pada akhirnya Jokowi-JK menaikkan harga BBM, hal itu tidak akan berujung pada pemakzulan.
"Itu kan kebijakan, bukan hal-hal yang bisa menggiring Jokowi ke 'impeachment' (pemakzulan)," kata pengamat politik Universitas Nasional (Unas) Alfan Alfian, Jumat (7/11)
Ia mengatakan bagi oposisi wacana kenaikan harga BBM bersubsidi dapat menjadi amunisi untuk mengkritisi. Namun menurutnya, kebijakan itu jika benar diambil, tidak akan sampai menjatuhkan pemerintahan saat ini.
"Sekalipun potensi demonstrasi menolak kenaikan harga BBM bersubsidi besar, namun tidak otomatis menjatuhkan pemerintah. Yang jelas menaikkan harga BBM bersubsidi membuat pemerintahan Jokowi jadi kurang populer," jelasnya.
Menurutnya kharisma Jokowi bakal diuji dalam wacana kenaikan harga BBM bersubsidi ini, serta tidak tertutup kemungkinan publik yang mendukung Jokowi dalam Pilpres juga ikut melakukan demonstrasi.
Belakangan ini bergulir wacana bahwa pemerintah akan segera menaikkan harga BBM bersubsidi. Sinyal-sinyal kenaikan harga BBM bersubsidi disebut-sebut jelas terlihat dari penerbitan tiga kartu berbasis jaminan oleh Presiden Jokowi belum lama ini.
Ketiga kartu Jokowi yakni Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) disebut-sebut merupakan bantalan atau kompensasi pemerintah atas kenaikan harga BBM bersubsidi.