REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) meluncurkan tiga kartu 'sakti'. Yaitu, Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
Baru diluncurkan, tapi program itu sudah mengundang pro-kontra. Antara lain, mengenai payung hukumnya. Mengingat, peluncurannya terkesan mendadak dan terburu-buru.
Anggota DPR Supriyatno meminta agar pemerintah segera menjelaskan asal anggaran dana yang digunakan untuk pendanaan KIS, KIP, dan KKS.
Menurutnya, anggaran kesehatan masyarakat sudah diakomodasi melalui Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan. "KIS belum ada payung hukumnya, kita harus pertanyakan nanti anggarannya dari mana, karena belum dibahas dengan DPR," ujarnya.
Politikus Partai Gerindra itu mengatakan APBN 2014 telah ditetapkan. Begitu pula dengan APBN 2015. Hanya saja ABPN-P 2015 belum diserahkan oleh pemerintah.
Sekalipun dilakukan perubahan APBN 2015, itu dilakukan setelah melewati 2014. Ia menduga penggunaan anggaran kartu sakti masih menggunakan APBN 2014.
Pakar hukum tata negara Margarito juga menyarankan Jokowi segera menangguhkan program KIS, KIP dan KKS yamh telah diluncurkan beberapa hari lalu. Menurutnya tiga kartu itu tidak memiliki payung hukum yang jelas.
Margarito menjelaskan, program Jokowi itu digulirkan tanpa mengacu pada program yang tertera di APBN. Karenanya, KIS dan KIP sebaiknya ditangguhkan untuk terhindar dari masalah di kemudian hari.