Jumat 07 Nov 2014 03:12 WIB

Plain Packaging Rokok Hantui Jutaan Petani Tambakau Indonesia

Rep: c01/ Red: Joko Sadewo
 Petani tembakau sedang menanam bibit tembakau, sebagian besar warga temanggung berprofesi sebagai petani Tembakau. Petani Tembakau
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Petani tembakau sedang menanam bibit tembakau, sebagian besar warga temanggung berprofesi sebagai petani Tembakau. Petani Tembakau

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sejak 2012, Pemerintah Australia menerapkan peraturan plain packaging terhadap rokok yang beredar di negara kangguru itu, termasuk produk rokok Indonesia.

Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Budidoyo, menyatakan peraturan tersebut sangat berlebihan. Peraturan ini akan berimbas pada kurangnya permintaan bahan baku tembakau dari pabrikan di Indonesia. "Ini akan mengancam mata pencaharian jutaan petani tembakau di Indonesia," ujar Budidoyo, Kamis (6/11).

APTI juga menyatakan sangat mengapresiasi tindakan pemeritah yang tidak meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau Konvensi mengenai Kerangka Kerja Tembakau yang mengatur tentang plain packaging atau kemasan polos pada rokok.

Ketua APTI Jawa Barat, Suryana juga menyatakan dampak yang akan timbul dari penerapan plain packaging sangat besar bagi petani tembakau Indonesia. Kemasan yang polos tanpa merek dan keterangan apapun terkait produk akan menurunkan penjualan secara signifikan. "Tingkat konsumen akan menurun sangat drastis," jelas Suryana, Kamis (6/11).

Suryana juga berharap agar Pemerintah Indonesia konsisten untuk tidak mengikuti Australia untuk meratifikasi FCTC. Pasalanya, Indonesia berbeda dengan Australia yang hanya mengolah rokok. Indonesia merupakan negara penghasil bahan baku untuk rokok, tembakau, sehingga jika Pemerintah Indonesia meratifikasi FCTC, dampaknya akan dirasakan dalam skala nasional. Hal ini juga akan mempengaruhi kesejahteraan jutaan petani tembakau Indonesia. "Kalau Australia yang diperhitungkan hanya keuntungan, bukan tentang nasional," jelas Suryana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement