Kamis 06 Nov 2014 16:29 WIB

Yusril Anggap Jokowi Mencontek SBY

Rep: C62/ Red: Bayu Hermawan
Saksi ahli dari tim Prabowo-Hatta, Yusril Ihza Mahendra memberikan kesaksiannya dalam sidang ketujuh Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (15/8).
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Saksi ahli dari tim Prabowo-Hatta, Yusril Ihza Mahendra memberikan kesaksiannya dalam sidang ketujuh Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (15/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga program kartu sakti yang diluncurkan Presiden Joko Widodo disaat kabar rencana kenaikkan harga BBM berhembus, mendapat pro dan kontra. Tidak sedikit pihak yang mengkritik peluncuran tiga kartu sakti itu, salah satunya adalah mantan Menkumham Yusril Ihza Mahendra.

Dalam akun twitternya @Yusrilihza_Mhd, ia menginginkan ada terobosan dan gagasan baru dari Presiden Jokowi dalam mengatasi subsidi BBM yang selama ini dinilai telah membebani APBN.

"Namun‎ rupanya tidak ada terobosan/gagasan baru. Yang terjadi rencana pengurangan subsidi alias menaikan harga jual bbm bersubsidi," tulisnya.

Yusril juga menulis rencana menaikan harga BBM itu kini telah didahului dengan berbagai jenis bantuan tunai kepada masyarakat miskin sama persis yang dilakukan SBY saat akan menaikan BBM.

"Rencana menaikkan harga bbm itu kini telah didahului dengan berbagai jenis bantuan tunai kepada masyarakat miskin persis yg dilakukan SBY," tulisnya.

Menurutnya apa yang dilakukan oleh Jokowi menunjukan jika presiden baru belum punya cara baru untuk mengatasi masalah subsidi BBM.

"Jadi masih sama yang dulu. Saya pikir akan ada terobosan baru dan cara baru. Sayang rupanya tidak ada," tulisnya.

Selain itu, Yusril juga belum mengetahui secara jelas dasar hukum yang dikeluarkan presiden Joko Widodo mengenai kebijakan Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Keluarga Sejahtera.

Ia mengatakan niat baik untuk membantu rakyat miskin karena mau naikkan BBM memang patut dihargai. Namun menurutnya dalam mengeluarkan suatu kebijakan haruslah jelas dasar hukumnya. Karena cara mengelola negara tidak sama dengan mengelola rumah tangga atau warung.

Karena kata Yusril kalau mengelola rumah tangga atau warung, apa yang terlintas dalam pikiran bisa langsung diwujudkan dalam tindakan. "Negara tidak begitu," katanya.

Suatu kebijakan kata Yusril, harus ada landasan hukumnya ‎. Kalau belum ada siapkan dulu landasan hukumnya agar kebijakan itu dapat dipertanggungjawabkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement