REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR, Fadli Zon mendukung sikap sejumlah politikus PDIP yang menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. Dia menilai penolakan terhadap kenaikan BBM bersubsidi menunjukan sikap obyektif. "Saya sependapat dengan Effendi Simbolon, Rieke Dyah Pitaloka. Tetap obyektif," kata Fadli kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (5/11).
Fadli mengecek saat ini harga minyak mentah dunia terus menurun dari US 80 dolar perbarel menjadi US 77 dolar perbarel. Logikanya, kata Fadli, apabila Undang-Undang APBN menganggarkan US 105 dolar perbarel maka mestinya harga BBM diturunkan. "Rentang kita masih besar, harga bbm (harusnya) turun," ujarnya.
Pemerintahan Jokowi akan tercatat dalam sejarah hitam Indonesia apabila nekat menaikkan harga BBM bersubsidi. Sebab kenaikan harga BBM biasanya dilakukan apabila harga minyak mentah dunia lebih mahal 10-15 persen dari patokan harga yang ditetapkan undang-undang. "Karena itu SBY pernah turun karena harga minyak pernah turun," katanya.
Fadli menolak argumentasi pemerintah bahwa subsidi BBM mesti dialokasikan ke kebutuhan mendasar rakyat. Menurutnya alasan semacam itu mencerminkan sikap tidak cerdas dan tidak kreatif. Mestinya, kata Fadli pemerintah memikirkan cara menyejahterakan rakyat tanpa mencabut subsidi. "Lulusan SD juga bisa berpikir begitu," ujarnya.