REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana Presiden Joko Widodo menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) mendapat penolakan dari banyak pihak.
Sebab naiknya harga BBM hampir dipastikan akan diikuti oleh naiknya harga kebutuhan pokok lainnya, yang dikhawatirkan bisa menyulitkan kehidupan rakyat.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Demokrat Eko Wijaya menilai, langkah yang ditempuh oleh pemerintah ini memang kurang tepat. Langkah ini juga dapat membawa dampak sosial kepada masyarakat.
"Saat ini kondisi ekonomi kurang tepat untuk menaikkan harga BBM," ujarnya di Jakarta, Rabu (4/11).
Eko juga menjelaskan saat ini laju pertumbuhan ekonomi sedang melambat. Menurutnya, jika harga BBM dinaikan, maka ekonomi nasional akan terpengaruh. Selain perlambatan laju ekonomi, kenaikan harga BBM akan menambah inflasi.
Hal tersebut tentu saja akan mengakibatkan harga kebutuhan pokok semakin naik. Apalagi akibat inflasi tersebut mencapai tiga hingga empat persen. Ia menjelaskan kenaikan BBM memiliki banyak akibat untuk masyarakat.
"Seperti kenaikan harga bahan pokok dan tranportasi," ucapnya.
Menurutnya dari kedua hal tersebut saja mampu mengakibatkan daya beli masyarakat menurun, hal ini disebabkan biaya yang tinggi. Eko mengharapkan pemerintah untuk melihat keadaan riil yang terjadi di masyarakat. Menurutnya, saat ini masyarakat sudah cukup berat beban hidupnya.
"Karena harga bahan pokok yang tinggi, apalagi harga LPG 12 kg dan tarif listrik baru-baru ini juga ikut naik. Jadi saya berharap pemerintah tidak menambah kesusahan rakyat dengan menaikkan harga BBM," katanya.