Rabu 05 Nov 2014 13:41 WIB

Soal KIS dan KIP, DPR Isyaratkan Gunakan Hak Angket

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Bayu Hermawan
Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Kartu Keluarga Sehat.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Kartu Keluarga Sehat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peluncuran Kartu Indonesia Sehat (KIH) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) oleh pemerintah dinilai rawan terkena masalah hukum. Sebab,belum ada payung hukum yang jelas terkait program tersebut.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, program KIP dan KIS yang sudah dibagikan Presiden Joko Widodo belum jelas dari pos mana anggaran yang digunakan. Padahal, semua harus sesuai aturan dan harus dibicarakan dengan DPR.

Ia menegaskan, pemerintah tidak bisa seenaknya menggunakan anggaran untuk program yang sebelumnya tidak ada dalam perencanaan di APBN. Menurutnya, itikad baik pemerintah dalam mengimplementasikan program tersebut memang perlu diapreasi.

Tetapi, Fahri mengatakan aspek legal prosedural atau aturan yang ada juga harus dipenuhi dalam menjalankan sebuah program. Sebab kebijakan yang baik akan bisa berujung pada masalah pidana jika tidak ditempuh sesuai prosedur atau aturan perundang-undangan.

"Kita kan baca undang-undang. Kita juga lihat betapa rawannya dalam rezim KPK yang luar biasa saat ini, apalagi nanti ada (di DPR) yang mendorong ke arah hak angket," katanya di komplek parlemen, Jakarta, Rabu (5/11).

Politikus PKS ini mengatakan, penyelamatan Bank Century yang berujung pada masalah hukum adalah salah satu contoh kebijakan yang berujung pidana akibat tidak ditempuh dengan prosedur yang benar. Dalih yang digunakan pengambil kebijakan untuk menyelamatkan perekonomian bangsa dari krisis global tidak bisa dijadikan alasan.

Artinya, lanjut Fahri semua kebijakan harus ditempuh melalui legal prosedural yang telah diatur bersama. Jika tidak maka bukan tidak mungkin akan berujung pada masalah hukum meski itikadnya baik.

"Anda ingat kasus Century kan yang alasannya menyelamatkan perekonomian akibat krisis, akhirnya apa? Orang masuk bui kok," ujarnya.

Fahri mengatakan, untuk urusan pembuatan kartunya saja harus melalui proses tender. Ia mencontohkan, jika satu kartu seharga Rp 5.000, maka dalam pembuatan sebanyak 15 juta kartu saja sudah menghabiskan dana puluhan miliar. "Yang di atas Rp 1 miliar saja harus ditender apa lagi ini, kan gak main-main ini negara," katanya.

Dia menegaskan, sampai saat ini belum ada pembicaraan antara pemerintah dan DPR terkait KIH dan KIP. Untuk itu, ia mendesak agar hal ini dijelaskan ke DPR, apakah sudah sesuai mekanisme yang diatur undang-undang atau belum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement