REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonsia Pintar (KIP) yang diluncurkan Presiden Joko Widodo mendapat penilaian negatif dari polisiti PDI Perjuangan Bali, Made Arjaya.
Mantan Ketua Komisi A DPRD Bali Periode 2009-2014 itu, menilai Presiden Jokowi tidak transparan soal kartu sakti tersebut.
"Saya hanya ingin tahu, apakah kartu yang diluncurkan Presiden Jokowi sebagai realisasi janji kampanye atau sebagai kompensasi penghapusan subsidi BBM," kata Arjaya.
Kepada Republika di Denpasar, Selasa (4/11), Arjaya mengatakan, kalau peluncuran Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonsia Pintar (KIP) sebagai pewujudan janji kampanye, mengapa yang diberikan hanya 15 juta orang.
Padahal saat berkampanye, Jokowi-JK berjanji kepada seluruh rakyat Indonesia dan tidak ada embel-embel menaikkan harga BBM atau menghapus subsidi BBM.
"Jadi saya mempunyai kesan Presiden Jokowi berlaku tidak kepada rakyatnya, karena harus pilih-pilih," katanya menerangkan.
Tetapi kalau peluncuran KIS dan KIP sebagai kompensasi penghapusan subsidi BBM, kata Arjaya, menaikkan harga BBM sampai sebesar Rp 3.000, sehingga BBM mencapai harga Rp 9.500, itu terlalu besar.
Karena untuk membiayai pengobatan rakyat Indonesia dan mebiayai sekolah anak-anak muda Indonesia tidak diperlukan dana sebesar itu.
Kalau mengacu pada perhitungan yang diungkapkan Wapres Yusuf Kalla, kata Arjaya, dengan penghapusan subsidi BBM setiap hari pemerintah menghemat Rp 1 triliun atau Rp 360 triliun setahun.