REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Al Muzammil Yusuf mengatakan Menteri Hukum dan HAM (menkumham) yang baru, Yasonna Hamonangan Laoly telah melakukan blunder. Hal ini terkait dengan Surat Ketetapan (SK) Menkumham terkait pengakuan salah satu kubu dalam konflik internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
"Jadi SK Menkumham ini blunder," katanya kepada Republika, Rabu (29/10).
Ia mengatakan jika salah satu kubu di partai politik yang bertikai tidak puas dengan putusan Mahkamah Partai, mereka dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri sampai MA. Jadi, tegas Muzzammil, tidak boleh ada intervensi Pemerintah dalam hal ini Menkumham dalam urusan konflik internal Partai Politik.
Menurutnya pimpinan DPR tidak bisa menjadikan SK yang dikeluarkan Yasonna sebagai dasar dalam pengambilan keputusan di DPR. Ia menyarankan agar Menkumham mempelajari risalah sidang pembahasan UU Partai Politik.
"Saya waktu itu ikut sebagai anggota Panja UU Partai Politik. Sejarah munculnya Mahkamah Partai adalah belajar dari konflik PKB Gus Dur dan Cak Imin. Waktu itu kita bersepakat yang boleh menyelesaikan konflik hanya internal partai. Pemerintah tidak boleh intervensi," paparnya.
Sedangkan penentu akhir, jelasnya, adalah pengadilan yang keputusannya harus merujuk dan memperkuat kewenangan Mahkamah Partai sesuai dengan UU. Jadi bukan kewenangan Menkumham untuk tentukan kepengurusan yang sah suatu kepengurusan dalam konflik internal partai politik.
SK Menkumham ini, nilainya, sarat muatan politik dan tidak profesional dalam menjalankan amanah UU. SK itu menunjukkan beliau belum pelajari secara mendalam UU Parpol dan 8 Putusan Mahkamah PPP dalam menyelesaikan konflik internalnya.
"Saya harap Pak Laoly dapat menjaga kredibilitas dan kepercayaan yang telah diberikan Pak Jokowi," ujarnya.