Senin 27 Oct 2014 01:43 WIB

Hikmahanto: Menlu Harus Ubah Tafsir Politik Luar Negeri

Rep: C57/ Red: Bayu Hermawan
Hikmahanto Juwana
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Hikmahanto Juwana

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Tafsir politik luar negeri bebas aktif harus diubah sesuai dengan visi Trisakti dan kemaritiman pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Muhammad Jusuf Kalla (JK).

Guru besar hukum internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana mengatakan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Lestari Priansari Marsudi harus mengubah tafsir politik luar negeri (LN) bebas aktif Indonesia.

"Retno harus membuat pernyataan bahwa pelaksaan kebijakan LN bebas aktif sudah tidak lagi menggunakan tafsiran pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)," jelasnya kepada Republika, Ahad (26/10) malam.

Menurutnya, slogan pemerintahan SBY, 'Thousand friends zero enemy' (seribu teman, nol musuh), harus diubah menjadi 'All nations are friends until Indonesia's sovereignty is degraded and national interest is jeopardized' (semua negara adalah sahabat hingga kedaulatan Indonesia dirongrong dan kepentingan nasional dirugikan).

Tafsiran baru kebijakan politik LN ini, lanjutnya, perlu diterapkan karena banyak publik Indonesia merasa kecewa dengan tafsiran di masa pemerintahan SBY itu. "Kepentingan nasional kerap dikalahkan oleh kepentingan internasional atas nama solidaritas, pencitraan dan hubungan baik dengan negara-negara sahabat," jelasnya.

Sebagai Menlu di masa pemerintahan Jokowi, jelasnya, Retno harus menterjemahkan visi-misi dan program Pemerintahan Jokowi. Hikmahanto menyatakan Menlu Retno harus dapat menterjemahkan visi Trisakti dan Kemaritiman serta program Nawacita Jokowi.

"Implementasi Trisakti yang terpenting untuk urusan luar negeri adalah membuat Indonesia berdaulat secara politik," jelas Retno.

Dalam hal ini, ungkapnya, Retno sebagai Menlu harus menunjukkan ketegasannya (toughness). Dalam menyampaikan perubahan tafsir kebijakan politik LN bebas aktif, Hikmahanto menyatakan idealnya, Menlu Retno menyampaikan perubahan tafsir itu di atas Kapal Perang KRI Usman-Harun.

"Hal ini perlu dilakukan Menlu Retno untuk menunjukkan ketegasan dan mewujudkan visi maritim serta program Nawacita Jokowi-JK," jelasnya.

Apalagi, menurutnya kapal perang yang baru datang dari Inggris itu menggunakan dua nama pahlawan nasional yang dihukum gantung di Singapura. Retno pun harus menyesuaikan diri sebagai Menlu. Sebelumnya sebagai Diplomat, ujar Hikmahanto, Retno terbiasa mengurusi masalah luar negeri dengan menggunakan taktik dan dialog.

Sebagai Menlu, paparnya, cara kerja itu harus diubah menjadi seorang Retno yang melihat suatu isu secara hitam putih dengan sejumlah argumentasi. Apalagi, jelasnya, Visi misi pemerintahan Jokowi tidak mungkin diimplementasikan dengan mengedepankan dialog sebagaimana pemerintahan SBY.

Jadi, lanjutnya, visi dan misi harus dijalankan dengan ketegasan. Retno juga harus menyampaikan argumentasi dalam perspektif Indonesia dan kelompok negara berkembang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement