REPUBLIKA.CO.ID,SORONG–Pengusiran warga terhadap lembaga swadaya masyarakat adat dan jurnalis terjadi di Desa Kalasuat, Distrik Klayili, Sorong, Papua Barat. Gara-gara salah paham, mereka pun merogoh kocek agar bisa melewati kawasan tersebut.
Rombongan jurnalis dari Jakarta, yakni Republika, Kompas, Koran Tempo, Sindo, dan Antara disertai satu jurnalis dari Sulawesi serta lima staf Yayasan Perspektif Baru (YPB) telah berada di halaman gedung Puskesdes. Tiba-tiba sekumpulan warga mendekat.
"Keluar semua, keluar. Pergi dari sini," teriak warga, Sabtu (25/10) sore.
Imelda dari YPB hampir jatuh karena didorong pengusir. "Kalian masuk mobil aja," perintah Yosua Ulim, kepala Biro Adat Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Malamoi, salah satu tuan rumah.
Setelah masuk ke mobil, kondisi malah tak terkendali. Para warga menyambangi mobil minta masing-masing keluarkan dompet. "Kasih uang dulu sini.Kalau tidak kasih kalian tak bisa pulang," teriak warga.
Karena belum paham persoalan, rombongan dari Jakarta tak satu pun yang memenuhi permintaan mereka. Tapi kemudian mereka bergerombol di tengah jalan sehingga tak ada mobil yang bisa lewat.
"Kalian bikin malu saja. Mereka datang dari Jakarta untuk bantu kita perjuangkan pembuatan peta wilayah adat," teriak Yosua memarahi warga.
Beberapa warga susah ditenangkan. Mereka terus berteriak minta uang Rp 1 juta yang kemudian turun menjadi Rp 200 ribu untuk mengganti net yang putus. Dari posisi kerumunan itu, Ones Paa dari LMA Malamoi, melihat warga membawa senjata tajam. Ones menjemputnya agar warga itu mengancam tamu dengan senjata tajam.
Di tengah kerumunan, terdengar suara perempuan. "Mereka kumpulkan kepala kampung kita untuk bujuk agar mau jual tanah kita," teriak perempuan itu.
Hasiholan dari Sindo mencoba mendekati kerumunan sambil menciprat-cipratkan air seraya berdoa. Keriuhan belum juga reda, Sekretaris LMA Kabupaten Sorong Albert Bahamba juga berteriak menghadap ke rombongan dari Jakarta sambil mengacungkan lembaran Rp 100 ribu.
"Keluarkan dompet, keluarkan dompet, kasih uang," teriak Albert.
Ketua LMA Kabupaten Sorong Cornelis Usili dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sorong, Maizar, beserta seorang staf segera masuk mobil meninggalkan Kalasuat. Selama keributan, Maizar dan stafnya bersandar santai di mobil mereka.
Mendengar provokasi Albert itu, Yosua pun berinisiatif mengeluarkan uang, ditambah uang dari rombongan Jakarta, kemudian juga diberikan warga. "Sana kasih uang, kita juga mau kasih uang," teriak Yosua.
Setelah itu, baru ada warga yang meniup peluit menyilakan mobil melaju. Di ujung kerumunan, mobil yang ditumpangi Imelda yang melaju paling depan tetap masih dimintai uang untuk bisa berlalu. Mereka belum percaya jika rombongan sudah memberi uang. Akibatnya Imelda pun mengeluarkan uang untuk mereka.
Rombongan wartawan yang didampingi YPB mengunjungi Sorong untuk mengumpulkan informasi tentang perlindungan masyarakat adat. Sebelumnya, di Jayapura, Bupati Mathius telah mengeluarkan perbup pengakuan dan perlindungan hak-hak adat. Sembilan wilayah adat di Jayapura telah dipetakan.
Di Sorong, LMA Malamoi sedang dalam proses pemetaan wilayah adat Moikeliem, subsuku dari Suku Moi. Suku Moi menempati wilayah Kabupaten Sorong dan sebagian wilayah Kota Sorong.
"Luas wilayah yang dipetakan mencapai 400 ribu hektar," ujar Silas O Kalami, ketua LMA Malamoi.
"Sewaktu kami mengantarkan undangan ke Sekretaris Kantor Pertanahan, kami ditanya kenapa LMA Kabupaten tidak diundang," kata Yusak K Magablo, wakil sekretaris LMA Malamoi.
Silas menjelaskan, LMA kabupaten itu bukan lembaga yang muncul dari aspirasi bawah. "Kami menyebutnya LMA plat merah," ujar Silas.
Sebelumnya, warga punya konflik dengan LMA Kabupaten itu dalam hal tanah adat. Ada investor masuk, tapi warga tidak tahu-menahu, dan investor melaporkan warga membuat palang jalan, sehingga polisi menciduk tiga warga.