Ahad 19 Oct 2014 17:04 WIB

Jokowi-JK Harus Mampu Mengolah Harapan Rakyat Menjadi Energi

Prabowo dan Jokowi
Foto: Tahta Aidila/Republika
Prabowo dan Jokowi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla secara resmi akan dilantik MPR menjadi presiden dan wakil presiden Republik Indonesia pada Senin (20/10).

Dosen Fisip UGM, Arie Sudjito menilai,  persiapan pelantikan Jokowi dan JK lebih meriah dibanding peristiwa yang sama sebelumnya. "Rakyat begitu antusias," ujar Arie, Ahad (19/10).

Arie menambahkan, babak baru bakal dimulai. Jokowi dan JK, tutur dia, akan menghadapi tantangan penting yakni menjalankan program-programnya sesuai janji kampanye Pilpres.

"Trisakti, Nawacita sebagai prioritas program serta 42 janji yang pernah disampaikan saat kampanye menjadi memori publik, yang terus dicatat sebagai komitmen nasional," cetus Arie.

Dokumen itu, kata dia, bakal diuji dalam kerja dan tindakan konkret. "Ditunggu masyarakat." Pemerintahan Jokowi-JK, papar Arie, tentu tidak hanya menjawab kebutuhan pemilihnya, namun dipastikan demi kebutuhan masyarakat Indonesia.

"Besarnya harapan rakyat jangan dianggap beban, tetapi perlu dimaknai sebagai bentuk kepercayaan publik," kata dia. Menurut Arie, Pemerintahan Jokowi-JK harus mampu mengolah harapan rakyat menjadi energi bagi kerja pemerintahan.

Dari gelagatnya, kata dia, rakyat tidak semata berharap, tetapi mereka juga ingin menjadi subjek yang dapat berperan aktif terlibat menyukseskan kerja pembangunan. "Ini modal awal yang mahal harganya," tutur Arie.

Menurut Arie, antusiasme rakyat menyambut pelantikan Jokowi-JK merupakan anti klimaks dari ketegangan politik antara dua blok Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dengan Koalisi Merah Putih (KMP) sepanjang pemilihan presiden (Pilpres).

Arie menuturkan, langkah taktis Jokowi bertemu dengan para pimpinan DPR, MPR serta DPD, bahkan silaturahminya dengan Prabowo, adalah pesan simbolik rekonsiliasi para tokoh memecah kebuntuan mereka.

"Jokowi ingin mengakhiri konflik personal, lalu mentransformasi energi konflik itu menjadi kekuatan bangsa dalam pembangunan," papar Arie.

Menurut dia, demi sehatnya sistem politik dan pemerintahan, check and balances antara pemerintah dan oposisi tetap dibutuhkan sesuai koridor konstitusi. "Bukan permusuhan dangkal dan pragmatis," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement