REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA– Majelis Ulama Indonesia MUI) mengimbau pemrintah untuk meneribitkan aturan khusus mengenai biaya Poligami. Peraturan tersebut akan menjembatani kepentingan pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaraan pernikahan.
“Itu (pembiayaan poligami) butuh aturan tersendiri, kan Pemerintah Daerah sudah melakukan berdasarkan Otonomi Daerah, ujar Wakil Sekjend MUI, Natsir Zubaidi, kepada Republika di Kantor MUI Jakarta Pusat, Kamis (16/10).
Natsir menjelaskan, jika Peraturan Daerah mengeluarkan aturan pembiayaan lebih seperti yang terjadi di Lombok Timur, maka kementerian yang memiliki kewenangan melarang adalah Kementerian Dalam Negeri. Ia juga menitikberatkan pembiayaan tersebut pada pengawasannya. Sehingga benar-benar dialokasikan sesuai kebutuhan pemerintah daerah.
Lebih dari itu, Natisr menilai pemungutan uang Rp 1 juta untuk biaya poligami Pegawai Negeri Sipil merupakan hal yang wajar. Selama hasil pemungutan tersebut disalurkan untuk kepentingan daerah. “Sekarang kan Otonomi Daerah, jika uang tersebut dipungut untuk kas daerah, tidak masalah,”
Menurutnya, pemungutan seperti itu merupakan bentuk subsidi silang dari satu pernikahan ke aspek lain. Fenomena tersebut bukan hal baru di dalam pemerintahan. Dia mengungkapkan, pada beberapa periode sebelumnya, di dalam Kementerian Agama memiliki program berupa Dana Kesejanteraan Masjid. Dana tersebut diambilkan dari dana hasil nikah dan talak.