REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan Pemerintah Pengganti Undnag-Undang (Perppu) Pilkada memang memungkinkan penerapan sistem pemungutan dan penghitungan suara elektronik.
Hal ini seperti yang dikatakan oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, baginya penerapan sistem elektronik harus melihat kesiapan daerah.
"Ini tergantung kesiapan daerah masing-masing. Itu sudah kita uji dengan BPPT, kalau semua orang dewasa sudah merekam sidik jarinya secara teknis tidak ada lagi halangan," kata Gawaman di kantor Kemendagri, Jakarta, Kamis (9/10).
Kajian sementara yang dilakukan Kemendagri, lanjut Gamawan, menunjukkan secara kesiapan teknologi e-voting atau e-rekapitulasi bisa diterapkan. Kemendagri telah mengundang tim teknis dari Filipina dan Amerika Serikat yang telah menyelenggarakan e-voting.
Selain itu, Kemendagri pernah melakukan uji coba di 10 desa. Selama pemilih telah merekam KTP, menurutnya e-voting sangat memungkinkan untuk digunakan.
"Nah, sekarang yang tidak mau itu siapa. Penduduknya kan yang ragu mau merekam e-KTP, bahkan ada pejabat yang belum rekam. Nanti kalau diberlakukan jangan bilang kalau telat," ujarnya.
Terkait daftar pemilih dan data kependudukan, Gamawan mengklaim pemerintah terus melakukan pembaharuan data. Mobilitas penduduk yang tinggi menuntut pemerintah terus melakukan perekaman data setiap hari.
Karena itu, menurutnya jika ingin menerapkan e-voting pada pilkada 2015 cukup memungkinkan. Hanya saja, dia menilai bisa diberlakukan bertahap. Di daerah-daerah yang secara teknis memang telah siap.
"Siapa daerah yang sudah siap, itu bisa diterapkan. Makanya, kalau ada yang berminta supaya ditampung dulu, dimasukkan untuk dilaksanakan e-voting," kata dia.
Kepala Program Sistem Pemilu Elektronik BPPT, Andrari Grahitandaru mengatakan, sistem elektronik yang paling memungkinkan untuk digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada pilkada serentak tahun 2015 adalah penghitungan atau rekapitulasi elektronik (e-Counting). Sementara untuk pemungutan suara elektronik (e-Voting) menurutnya dibutuhkan kematangan infrastruktur dari KPU daerah yang tidak bisa disiapkan dengan tergesa-gesa.
"Kalau pilkada serentak nasional kami tidak rekomendasi e-Voting, karena butuh investasi awal yang cukup mahal. Namun dengan persiapan pilkada 2015 yang tinggal beberapa bulan, e-rekapitulasi sangat bisa untuk disiapkan," kata Andrari saat dihubungi, belum lama ini.
Penghitungan elektronik menurut Andrari lebih sederhana dan lebih murah ketimbang menyiapkan e-voting. BPPT sudah melakukan kajian pelaksanaan rekapitulasi elektronik pada saat pemilu legislatif kemarin.
KPU, lanjut dia, hanya perlu menyiapkan pusat data untuk melakukan tabulasi hasil penghitungan. Serta minimal satu orang petugas di TPS dan kabupaten/kota yang kapabel melakukan penghitungan elektronik yang terintegrasi dengan pusat data.
Andrari menggambarkan e-counting dilakukan oleh satu orang petugas kelompok panitia pemungutan suara (KPPS) di TPS. Dia bertugas mengirimkan hasil penghitungan di TPS ke pusat data KPU melalui telepon genggam.
Pusat data yang menurut Andrari sudah dibangun KPU, langsung mengolah data tersebut. Melalui aplikasi yang cukup sederhana, hasil penghitungan dari setiap TPS akan terhimpun sehingga hasil penghitungan di tingkat desa, kecamatan, hingga kabupaten/kota akan terlihat di tabulasi.
"Jadi nanti di data center akan ditayangkan langsung menjadi tabulasi. Ada angka real dari setiap TPS begitu pemungutan suara selesai dilakukan," jelas Andrari.
Selain pengiriman data, KPU juga bisa melanjutkan pemindaian formulir C1 seperti yang telah diterapkan pada pileg dan pilpres 2014. Hasil pemindaian, menurut Andrari, akan menjadi data penguat sekaligus membangun transparansi kepada pemilih.
Sementara untuk menerapkan e-voting, Andrari memandang masih banyak yang perlu dibenahi. Dari aspek infrastruktur, menurutnya KPU harus menyiapkan perangkat perekam untuk setiap TPS.
Perangkat tersebut menurutnya sebaiknya diproduksi oleh satu industri strategis dalam, bukan melalui tender. KPU bekerja sama dengan satu industri strategis itu bisa melakukan produksi, mengembangkan, dan mendistribusikan perangkat e-voting ke setiap daerah.
Sedangkan dari aspek kelembagaan dan sumber daya manusia, menurutnya banyak hal yang harus dikuatkan KPU. Seperti menyiapkan petugas KPPS di TPS yang melek sistem informasi teknologi.
Selain itu, KPU harus memperbaiki daftar pemilih online. Selama ini, menurutnya terjadi kesalahan sistemik menyangkut daftar pemilih. Perubahan daftar pemilih akibat mobilitas penduduk yang tinggi, belum bisa diintegrasikan dengan baik oleh pemerintah dan penyelenggara pemilu.
"Kalau mau (e-voting), lakuka perbaikan bertahap dari DPT Online. Pastikan tidak ada pemilih ganda, DPT terintegrasi secara nasional, dan itu butuh waktu lagi untuk menyiapkannya," kata Andrari.
Dalam Pasal 85 ayat 1 Perppu 1/2014 disebutkan, pemberian suara untuk pilkada dapat dilakukan dengan cara memberi tanda satu kali pada surat suara atau dengan mmemberi suara melalui peralatan pemilihan suara elektronik. Kemudian, dalam Pasal 98 ayat 3 dicantumkan dalam hal pemberian suara dilakukan dengan cara elektronik, penghitungan suara dilakukan dengan cara manual/atau elektronik.