Senin 06 Oct 2014 17:20 WIB

Ceu Popong dan Ketiak Orang Arab (1)

Rep: c78/ Red: Bilal Ramadhan
Ceu Popong
Foto: anekainfounik
Ceu Popong

REPUBLIKA.CO.ID, Masih segar dalam ingatan publik soal drama sidang paripurna DPR pada awal Oktober lalu. Bukan karena rangkaian adegan perdebatan antar anggota DPR, ataupun ragam interupsi yang dilontarkan sampai beberapa anggota dewan yang tak bisa duduk diam.

Publik terkesan, bahkan menyunggingkan senyum, sebab ada Popong Otje Djundjunan sebagai salah satu pemimpin sidang. Ceu Popong, sapaan akrabnya, menjadi “bintang” dalam sidang paripurna karena tingkah unik dan celotehan khas sundanya yang menuai perhatian.

Ketenaran politisi tertua di DPR periode 2014-2019 ini bahkan merambah hingga dunia maya. Di Twitter, misalnya. Tagar #saveCeuPopong sempat jadi trending topic sebab aksinya yang nyentrik. Keunikan Ceu Popong tak hanya terjadi di dunia perpolitikan Tanah Air.

Pengalaman religinya pun tak kalah unik. Kepada Republika, ia berkisah tentang pengalaman jenakanya di Tanah Suci dua puluh tahun silam. Meski jenaka, pengalaman itu justru menyadarkannya agar tidak membenci sesuatu secara berlebihan.

“Sebelum saya berangkat haji, dua hal yang paling saya benci di dunia ini adalah bulu ketiak dan rorombeheun,” kata Wanita asal Bandung, 30 Desember 1938 ini memulai ceritanya.

Wajahnya serius ketika menyebutkan dua hal tersebut. Dijelaskannya, rorombeheun adalah kata bahasa sunda untuk keadaan tumit kaki pecah pecah. Hal tersebut sangat ia benci. Anggota DPR RI Komisi X ini bertutur, jika ada orang-orang yang memiliki ketiak berbulu atau tumit pecah-pecah, ia tak sudi melihatnya.

Dalam iklan deodorant di televisi sekalipun, meski dalam layar kaca disuguhkan ketiak yang bersih dan putih, ia tak sudi melihatnya. Ada perasaan geli bercampur jijik, entah mengapa. Namun rupanya Allah tidak menyukai sikapnya yang mungkin terlalu berlebihan dalam membenci suatu hal. Di tanah suci, ia justru diperlihatkan dua hal yang ia benci itu.

Rasanya lelah, ketika tawaf ataupun shalat lima waktu di Masjidil Haram, ia selalu melihat dua hal yang ia benci itu. Ketiak selalu ia lihat apalagi ketika tawaf, karena memang pakaian ihram laki-laki memungkinkan bagian tersebut terlihat. Dan kaki rorombeheun pun tampak, ketika menjalankan shalat lima waktu.

“Rasanya lelah sekali, sering melihat itu,” kata politisi yang gemar membaca dan berorganisasi itu. tapi ketika itu ia belum sadar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement