Ahad 05 Oct 2014 10:29 WIB

Jimly; UU Pilkada Lahir Karena Sama-Sama Belum Move On

Rep: c78/ Red: Esthi Maharani
Jimly Ashiddiqie
Foto: Republika/Yasin Habibi
Jimly Ashiddiqie

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie menilai lahirnya UU Pilkada tak lain hanyalah imbas dari pertarungan nafsu dua kelompok pendapat.

"UU pilkada ini //kan// gara-gara buru-buru voting," tegasnya, Sabtu (4/10).

Padahal, kata dia, DPR seharusnya mengedepankan prinsip musyawarah. Jangan mentang-mentang demokrasi, lalu langsung melakukan pemungutan suara.

Ia pun merasa tidak heran jika masyarakat langsung merespon secara masif lewat media sosial. Karena, lanjut dia, memang terjadi keganjilan dalam proses formalnya.

"Twitter adalah gambaran dari aspirasi yang luas dari masyarakat, tidak heran soal ini menjadi //trending tropic// oleh kedaulatan twitter," katanya.

Padahal, lanjut dia, kalau dalam keadaan tenang, belum tentu pengusung UU pilkada itu semuanya sependapat. Mungkin ada 50 persen yang menolak dan sisanya setuju. Koalisi merah putih pun menurut Jimly belum tentu semua sependapat dengan pemilihan kepala daerah secara tidak langsung.

Sebenarnya, lanjut dia, waktu sidang tidak pas sebab dalam fraksi masih terjadi pengelompokan pendapat pascapilpres.

"Sama-sama belum //move on//, yang kalah masih kecewa, yang menang masih kelewat bahagia," tuturnya.

Jimly juga melihat, masing-masing kubu tengah memperebutkan kepentingan jangka pendek dan jangka panjang. Kepentingan jangka pendek ialah perebutan jabatan utama di MPR, DPR dan DPD, sementara kepentingan jangka panjangnya ialah penguasaan kepemimpinan kepala daerah melalui melkanisme yang diusung.

"Jadi sebenarnya bukan untuk kepentingan bangsa yang sejati, tidak objektif mendiskusikannya, ujung-ujungnya masyarakat lagi yang kena," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement