REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--LIPI akan mengurangi kerja sama dengan asing menuju kemandirian sumber daya manusia serta perlindungan terhadap kekayaan sumber daya hayati Indonesia.
"Kita optimistis dengan pemerintahan yang baru kita bisa mandiri tanpa bantuan asing, dengan optimalisasi menutup kebocoran dana pemerintah bisa mengalokasikan untuk penelitian, kita akan eksplor daerah-daerah yang belum pernah kita datangi," kata Direktur Museum Zoologycum Bogoriense LIPI Prof Rosichon Ubaidillah saat ditemui dalam acara "open house" Museum Zoologycum Bogoriense, di Cibinong Science Center, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa.
Rosichon menyebutkan, selama ini kerja sama dengan penelitian asing banyak dilakukan karena adanya keterbatasan sarana penelitian seperti peralatan, laboratorium dan anggaran.
Dikatakannya, LIPI telah menjalin kerja sama penelitian dengan banyak negara mulai dari Amerika, negara-negara di Eropa, hingga seluruh negara di ASIA.
"Kerja sama dengan peneliti tersebut perlu diwaspadai, jangan sampai terjadi pencurian biodiversitas (keragaman hayati-red) yang kita miliki. Karena ini akan sangat merugikan kita," kata Rosichon.
Hal yang sangat memprihatinkan, lanjut Rosichon, banyak dari fauna Indonesia tersimpan di laboratorium negara asing, seperti di Inggris, sejumlah serangga Indonesia tersimpan disana.
Pada saat peneliti ingin meneliti dan mendapatkan data mengenai serangga tersebut, wajib membayar sekitar 70 poundsterling. Hal tersebut sangat merugikan karena serangga yang diteliti adalah edemik negeri sendiri.
Rosichon yang juga Peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI mengaku mengalami "kecolongan" saat bekerja sama dengan peneliti asing dalam menemukan spesies dan genus tawon baru Magala garuda, dimana hasil penelitian dimuat di jurnal Zookeys tanpa mencantumkan nama peneliti LIPI.
"Ini yang harus kita cegah, banyak peluang terjadinya pencurian, terutama penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi daerah menjadi pintu masuk peneliti asing untuk meneliti di Indonesia," kata Rosichon.
Rosichon mengatakan, izin peneliti asing yang diajukan ke Kementerian Riset dan Teknologi khusus untuk Biologi mencapai 500 peneliti per tahun.
Tingginya minat peneliti asing tersebut dikarenakan oleh kekayaan keanekaragaman hayati yang dimilik oleh Indonesia.
"Oleh karena itu, kita harus meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di bidang penelitian. Beri equitmen (peralatan/perlengkapan) yang cukup, dan kesejahteraan. Kesejahteraan disini bukan uang, tetapi sejahtera alat, laboratorium dan dana penelitian yang cukup agar kita tidak mencari ke pihak asing," katanya.
Rosichon menambahkan, jika hal tersebut dapat dipenuhi oleh pemerintah, maka penelitian Indonesia akan sejajar dengan negara-negara lain yang sudah jauh lebih maju dari Indonesia.
Seperti Singapura, Malaysia dan Thailand, penelitiannya lebih maju dari Indonesia karena didukung oleh pemerintahan yang mengalokasikan dana lebih untuk penelitian.
"Dana penelitian di Indonesia baru 0,2 persen. Di Malaysia sudah lebih dari 2 persen. Dengan alokasi dana yang cukup, penelitian harus ditingkatkan begitu juga sumber daya manusiannya, semua kebijakan harus berbasis penelitian, maka kita bisa lepas dari Asing," kata Rosichon.