Selasa 30 Sep 2014 01:51 WIB

Desa Akan Terima 1,4 Miliar, Kades se-Jatim Dilatih Buat Laporan

Rep: c54/ Red: Esthi Maharani
Mendagri Gamawan Fauzi (kiri) berbincang dengan Gubernur Jawa Timur Soekarwo (kanan) saat mengikuti rapat kerja/ rapat dengar pendapat dengan komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (26/2).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Mendagri Gamawan Fauzi (kiri) berbincang dengan Gubernur Jawa Timur Soekarwo (kanan) saat mengikuti rapat kerja/ rapat dengar pendapat dengan komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Implementasi UU No. 6/2014 tentang Desa akan efektif berlaku pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo mendatang. Seperti diamanatkan peraturan tersebut, setiap desa akan mendapat anggaran rata-rata Rp 1,4 miliar.

Menghadapi kondisi tersebut, Pemprov Jawa Timur (Jatim) berinisiatif menggelar pelatihan pengelolaan keuangan untuk kades dan camat se-Jatim. Bertempat di Islamic Center, Surabaya, 29 September-4 Oktober, pelatihan diikuti 800 kades dab 160 camat.

Membuka kegiatan, Gubernur Jatim Soekarwo menjelaskan, mulai 2015, pertangunggjawaban yang diberikan kades/camat menggunakan format /accrual basis/. Menurut Soekarwo, format laporan tersebut menuntut transparansi dan akuntabilitas daripada pencatatan laba-rugi melalui kas masuk dan ke luar (/cash basis/) seperti umumnya.

Menurut Soekarwo, posisi pemerintah desa (pemdes) di dalam struktur pemerintahan,seperti jangkar dari eksistensi pemerintah di atasnya. Pemerintahan desa, menurut dia juga merupakan wujud dari kehadiran negara yang paling dekat dan berhubungan langsung dengan masyarakat.

“Kepala desa dan camat adalah kepanjangan tangan dari pemerintah di atasnya, sebab itulah jangan sampai kesalahan pengelolaan anggaran disebabkan oleh kelalaian Kades ataupun Camat. Saat kades atau camat pensiun maka harus pensiun juga urusannya dengan segala urusan birokrasi,” ujar dia.

Terkait UU Desa, Soekarwo menekankan, masyarakat desa harus dilibatkan setiap perumusan kebijakan. Hal itu difasilitasi melalui musyawarah desa, yang melibatkan kades, Badan Perwakilan Desa (BPD), dan warga masyarakat secara langsung.

“Proses demokrasi partisipatoris mampu kita wujudkan dengan menerapkan musyawarah desa (musdes),” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement