Selasa 16 Sep 2014 17:09 WIB

Istri Jero Enggan Berkomentar Terkait Kasus Hukum Suaminya

Jero Wacik
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Jero Wacik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istri Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik, Triesna Jero Wacik enggan mengungkapkan kasus hukum yang melilit suaminya dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pemerasan pada sejumlah kegiatan di Kementerian ESDM terkait jabatan Jero Wacik sebagai Menteri periode 2011-2013.

"Saya tadi memenuhi panggilan KPK untuk bersaksi atas suami saya dan Saya sudah menjawab semua pertanyaan KPK, mudah-mudahan itu nanti berguna untuk pemeriksaan dan status hukum suami saya," kata Triesna seusai diperiksa KPK selama sekitar enam jam di Jakarta, Selasa.

Triesna menjadi saksi untuk suaminya Jero Wacik yang menjadi tersangka dalam kasus tersebut.

Namun Triesna tidak menyampaikan peran suaminya sehingga disangkakan melakukan tindak pidana korupsi berupa pemerasan dalam sejumlah kegiatan di kementerian yang pernah dipimpinnya itu.

"Banyak tapi saya kurang perhatikan ada beberapa, saya rasa lebih baik ditanyakan ke KPK, karena bukan wewenang saya untuk mempublikasikan jawaban saya," tambah Triesna singkat.

Triesna sebelumnya sudah pernah diperiksa KPK pada 3 Juli 2014 saat kasus ini masih di tingkat penyelidikan.

Seusai diperiksa, Triesna pun enggan berkomentar pemeriksaannya tersebut.

Selain Triesna, pada hari ini KPK juga memanggil Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto, staf dari Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi dan Politik Daniel Sparingga yaitu Reza Akbar serta Kepala Rumah Tangga Rumah Dinas Menteri ESDM Melinda alias Melly Santoso.

Kasus ini merupakan pengembangan dari penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi kegiatan sosialisasi, sepeda sehat dan perawatan gedung kantor Sekretariat Jenderal ESDM dengan tersangka mantan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Waryono Karno.

KPK menyangkakan Jero Wacik dengan pasal 12 huruf e atau pasal 23 Undang-undang No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 jo pasal 421 KUHP.

Pasal 12 huruf e mengatur mengenai penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri yaitu pasal mengenai pemerasan dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

KPK menduga Jero Wacik melakukan pemerasan untuk memperbesar dana operasional menteri (DOM) dalam tiga modus yaitu menghimpun pendapatan dari biaya pengadaan yang dianggarkan Kementerian ESDM, meminta pengumpulan dana dari rekanan untuk program-program tertentu, menganggarkan kegiatan rapat rutin tapi rapat itu ternyata fiktif.

Total dana yang diduga diterima oleh Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat itu adalah Rp9,9 miliar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement