REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Mahasiswa untuk Demokrasi (Komdi) Malang, Jawa Timur, mengaku kecewa dengan DPRD Kota Malang yang tidak berada di tempat ketika mereka akan menyampaikan aspirasinya.
"Kami sangat kecewa, masak tak satupun anggota dewan berada di tempat, katanya para wakil rakyat itu sedang orientasi di Surabaya. Padahal, kami ingin menyampaikan aspirasi sekaligus pernyataan sikap kepada anggota parlemen," tegas koordinator mahasiswa, Velarianus Baetae Jehanu disela-sela aksi di depan Balai Kota Malang, Senin.
Selain menyampaikan pernyataan sikap, kata Velarianus, mahasiswa juga ingin menyerahkan hasil penggalangan tanda tangan penolakan Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang bakal disahkan 25 September 2014, ke wakil rakyat tersebut.
Ia mengemukakan Komdi menolak RUU Pilkada karena didalamnya ada penghapusan Pilkada langsung oleh rakyat. Penghapusan Pilkada langsung sama dengan membunuh hak demokrasi rakyat, bahkan penghapusan Pilkada langsung merupakan kemunduran demokrasi di Indonesia.
Menurut dia, demokrasi di Indonesia menjadi perhatian dunia karena pemilihan umum juga dilakukan di tingkat daerah. "Jangan malah mundur kembali ke sistem orde baru (orba), di mana kepala daerah dipilih oleh DPRD," ujarnya.
Selain membentangkan poster dan orasi, massa aksi juga menggunakan topeng yang menggambarkan kesedihan wajah masyarakat jika RUU Pilkada tidak langsung nantinya disahkan oleh wakil rakyat di tingkat pusat.
"Mahasiswa dan masyarakat menolak keras pengesahan RUU Pilkada tidak langsung karena dalam aturan ini ada mekanisme pemilihan tidak langsung yang meniadakan peran rakyat," tegasnya.
Tulisan pada spanduk berukuran sekitar 1,5 meter kali 2 meter tersebut adalah "Jangan Tolak Peran Rakyat untuk Memilih Pemimpinnya".