REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Joko Widodo (Jokowi) – Jusuf Kalla (JK) akan melakukan perombakan birokrasi dalam pemerintahannya secara bertahap. Sebab, mereka ingin memberikan /output/ dan /input/ kepada masyarakat pada awal masa jabatannya.
Ketua DPP PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari mengatakan, kalau perubahan besar-besar dalam arsitektur kabinet mulai digagas sejak awal, maka pemerintah hanya akan terfokus pada urusan tersebut. Padahal butuh waktu 1-2 tahun untuk menyempurnakan fungsi kementerian.
“Jokowi-JK tidak ingin kehilangan waktu di awal pemerintahannya tanpa memberikan hasil kepada masyarakat. Rekonstruksi dalam birokrasi tetap berlangsung pada 5 tahun ini, namun secara bertahap, pelan-pelan,” kata Eva saat dihubungi Republika Online (ROL), Ahad (14/9).
Perombakan struktur organisasi pemerintah dinilai akan membuat roda birokrasi tak efektif. Itulah alasan mereka tetap mempertahankan jumlah kabinet 34 kementerian. Sedangkan /line buisness/ pemerintahan tak langsung mengalami perubahan karena perlu adanya audit terlebih dahulu.
Dalam perjalanan pemerintahan mendatang, Jokowi-JK akan melihat efektifitas suatu urusan di kementerian. Penggabungan atau perubahan nama terhadap suatu bidang pemerintahan harus melalui proses dengan memantau, mana yang dianggap overlap dan habiskan anggaran.
“Jadi pada pelantikan 20 Oktober nanti, tidak langsung berubah arsitektur pemerintahan ini, baik pada postur kabinet maupun urusan di dalam kementerian itu sendiri,” ujar dia.
Menurut dia, tidak ada tekanan dari parpol koalisi dalam menentukan arah kebijakan ini. Eva menyebutkan, masukan tentu ada, seperti halnya PKB yang mengusulkan Kementerian Papua. Semua rekomendasi tersebut tentu mendapat respon, mesti tak semuanya bisa diakomodir.
“Kita ini kabinet parsipatoris, banyak masukan. Meski jumlah kabinet tetap 34 kementerian, namun kita tetap mengarahkan agar tugas pokok dan fungsinya dapat lebih dipertajam,” kata Eva.