REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Saldi Isra mengatakan pilkada lewat DPRD melanggar konstitusi. Karena kedaulatan ada di tangan rakyat.
Ia menjelaskan, pasal 18 ayat 4 konstitusi mengatakan, pemilihan kepala daerah dilakukan secara demokratis. Secara hukum, makna demokratis berarti dipilih secara langsung oleh rakyat, bukan melalui DPRD.
Ia mebambahkan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan makna demokratis beararti dipilih langsung oleh rakyat. "Bagaimana mungkin DPR mengubah konstruksi hukum yang telah dibuat MK, ini akan sulit," ujar Saldi Isra di Jakarta, Kamis (11/9).
Ia menambahkan, pemilihan melalui DPRD juga mempersulit calon pemimpin yang berasal dari perserongan atau independen.
Apalagi, sistem presidensial yang ada di Indonesia mengandung ciri pemilihan langsung dilakukan oleh rakyat, bukan DPRD.
Menurut Saldi, tidak masuk akal jika presiden dipilih rakyat tetapi kepala daerah dipilih melalui DPRD. Hal itu malah akan menimbulkan dualisme dalam pemerintahan.
Saat ini, ujar dia, pemilihan langsung membuat demokrasi Indonesia menuju masa transisi mapan. Karenanya, jika sistem itu diubah, maka akan masuk ke transisi baru dan menyulitkan pemerintahan mendatang.
"Masih ada waktu bagi SBY untuk mengambil sikap. Atau biar pemerintah ke depan yang selesaikan. Karena ini tanggung jawab pemerintahan ke depan. Kalau pilkada langsung punya banyak masalah, maka cari solusi lain. Kalau ditemukan politik uang maka solusi itu yang harus dicari," katanya.