Selasa 09 Sep 2014 19:02 WIB

JK Tolak Pilkada DPRD Dukung Pilkada Serentak

Calon Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla mengacungkan ibu jari usai menghadiri forum silaturahmi Fraksi PDIP di Jakarta, Ahad (7/9).  (Republika/Tahta Aidilla)
Calon Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla mengacungkan ibu jari usai menghadiri forum silaturahmi Fraksi PDIP di Jakarta, Ahad (7/9). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil presiden terpilih HM Jusuf Kalla (JK) menolak pemilihan kepala daerah (Pilkada) melalui DPRD dan mendukung pilkada secara serentak.

Ditemui di Auditorium Al-Jibra Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar usai bersilaturrahim dengan unsur akademisi UMI Makassar, Selasa, JK menegaskan sebaiknya pemilihan kepala daerah tetap dilakukan secara langsung, tetapi harus serentak.

Menurutnya, biaya politik jika melalui pemilihan secara langsung akan lebih rendah ketimbang melalui lembaga legislatif. Terlebih jika melalui DPRD potensi masalah akan lebih besar.

"Asalkan itu tadi, harus serentak. Karena melalui DPRD itu tidak murah dan jauh lebih banyak kemungkinan terjadinya masalah-masalah sesuai pengalaman lalu," sebut JK yang menambahkan pilkada saat ini memang masih harus dibenahi.

Sebelumnya, pengamat politik dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Adi Suryadi Culla, mengkhawatirkan pemilihan kepala daerah melalui DPRD akan merusak tatanan demokrasi.

"Kalau saya lebih menyentuh pada esensi demokrasi. Pilkada melalui DPRD itu justru bisa menimbulkan oligarki politik lebih kental lagi. Oligarki melahirkan transaksi, transaksi melahirkan oligarki," jelasnya.

Adi menjelaskan, pilkada melalui DPRD jelas pada akhirnya ditentukan oleh partai politik. Makanya tidak heran jika yang muncul nantinya adalah politik transaksional.

"Untuk itu, sebaiknya pilkada tetap melibatkan rakyat secara langsung. Kalau pilkada langsung tetap dilakukan, maka jelas merupakan kemajuan. Tetaplah mendekatkan demokrasi kepada pemiliknya (rakyat)," katanya.

Menurut Adi, ketika pilkada tidak langsung dipaksakan dan terpaksa dilaksanakan, maka secara otomatis kebijakan lebih banyak menguntungkan partai politik. Padahal, sekarang ini program-program kepala daerah sudah banyak yang bersentuhan langsung dengan rakyat.

"Kalau di DPRD sangat elitis. Notabene partai politik saja yang diuntungkan. Ongkos politiknya juga lebih transaksional. Otomatis akan mendegradasi kepemimpinan," ungkapnya.

Adi lebih sepakat jika pilkada tak langsung melalui DPR dilakukan untuk pemilihan gubernur (pilgub).

"Kita tahu gubernur itu perpanjangan tangan pemerintah pusat, sementara bupati/wali kota harus lebih dekat dengan masyarakat bawah. Jadi lebih cocok pilgub di DPR," pungkasnya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement