Senin 08 Sep 2014 15:44 WIB

ICW: Pembebasan Bersyarat Hartati Paling Kontroversial

Rep: Adi Wicaksono/ Red: Hazliansyah
 Terpidana kasus suap kepengurusan hak guna lahan di Buol, Hartati Murdaya menjalani persidangan dengan agenda pembacaan vonis terhadap dirinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (4/2). (Republika/Yasin Habibi)
Terpidana kasus suap kepengurusan hak guna lahan di Buol, Hartati Murdaya menjalani persidangan dengan agenda pembacaan vonis terhadap dirinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (4/2). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pembebasan bersayarat terhadap Hartati Murdaya paling kontroversial sepanjang era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 

Lembaga pegiat antikorupsi itu mendesak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) agar membatalkan pembebasan terpidana kasus suap pembebasan lahan di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, tersebut. 

Baca Juga

Kordinator bidang hukum ICW, Emerson Yuntho mengatakan, dari pantauan lembaganya, sedikitnya terdapat 38 kali pembebasan bersyarat sepanjang pemerintahan SBY. "Jumlah itu kami duga bisa lebih banyak lagi," kata dia saat dihubungi, Senin (8/9).

Emerson mengatakan, pembebasan Hartati tergolong paling kontroversial. Sebab, pembebasan tersebut melanggar sejumlah ketentuan yang berlaku. Ia menyebutkan, Hartati tidak mendapatkan status justice collaborator dan rekomendasi dari aparat penegak hukum terkait dalam pembebasannya. 

"Dalam hal ini KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," ujarnya. 

Menurut Emerson, surat keberatan KPK semestinya cukup menjadi dasar untuk pembatalan pembebasan bersyarat Hartati. Ia mendesak Kemenkum HAM, khususnya Menkum HAM Amir Syamsudin untuk mempertimbangkan surat tersebut secara serius. 

"Seharusnya surat keberatan itu cukup," papar Emerson menegaskan. 

Emerson menilai pembebasan bersyarat Hartati merupakan bukti inkonsistensi pemerintahan saat ini dalam pemberantasan korupsi. Apalagi, pembebasan itu jelas-jelas mencederai rasa keadilan masyarakat. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement