Sabtu 06 Sep 2014 16:04 WIB

MK Diperkirakan Putuskan Soal UU MD3 Sebelum 1 Oktober

Rep: c87/ Red: Mansyur Faqih
Refly Harun
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Refly Harun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Uji materi UU MPR, DPR, DPD, dan DRPD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK) sudah diajukan oleh delapan pemohon. Pasal yang dipersoalkan antara lain mekanisme pemilihan pimpinan DPR yang pada undang-undang sebelumnya dipilih berdasarkan partai pemenang pileg. 

Sedangkan dalam UU MD3 yang baru, pimpinan DPR dipilih melalui musyawarah mufakat. Atau jika tidak tercapai dipilih melalui voting. Padahal, anggota DPR periode 2014-2019 bakal dilantik pada 1 Oktober mendatang. 

Pakar hukum tata negara, Refly Harun menilai, proses di MK bukan persoalan dikabulkan atau tidak. 

"Perkiraan saya MK akan memutuskan materi pemilihan ketua DPR sebelum 1 Oktober. Kalau belum diputuskan (Ketua DPR) akan dipilih menggunakan mekanisme undang-undang ini. Perkara dikabulkan atau tidak, kita lihat," kata Refly saat dihubungi Republika, Sabtu (6/9). 

Refly menilai posisi proses uji materi tersebut sama besar. Di satu sisi, mekanisme pemilihan ketua DPR inkonstitusional. Karena sudah dipraktikkan pada 2004.

Di sisi lain, penetapan undang-undang yang baru juga tidak bisa dikatakan inkonstitusional karena sudah ditetapkan. 

Namun, dia melihat ada persoalan moralitas hukum dalam pegesahan UU MD3 oleh DPR. Sebab, model pemilihan itu ditetapkan setelah hasil pemilu legislatif diketahui. Sehingga PDIP sebagai pemenang pileg kehilangan haknya.

"Apakah MK mau mempertimbangkan aspek ini atau tidak? Kalau sekadar aspek konstitusionalitas, penetapan dengan kursi terbanyak atau musyawarah mufakat dua-duanya konstitusional. Cuma masalah timing, hasil sudah diketahui tapi kok tiba-tiba aturan pertandingan diubah," terangnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement