REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerasan yang diduga dilakukan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia Jero Wacik digunakan untuk pencitraan.
"Dana itu diduga digunakan untuk kepentingan pribadi, pihak ketiga dan pencitraan JW (Jero Wacik)," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Kamis.
KPK pada Rabu (3/9) mengumumkan penetapan Jero Wacik sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi dalam bentuk pemerasan terkait sejumlah kegiatan di Kementerian ESDM pada jabatannya sebagai menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 2011-2013.
KPK menduga Jero Wacik melakukan pemerasan untuk memperbesar dana operasional menteri (DOM) dalam tiga modus yaitu menghimpun pendapatan dari biaya pengadaan yang dianggarkan Kementerian ESDM, meminta pengumpulan dana dari rekanan untuk program-program tertentu, menganggarkan kegiatan rapat rutin tapi rapat itu ternyata fiktif.
Total dana yang diduga diterima oleh Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat itu adalah Rp9,9 miliar.
"Dana itu diduga berasal dari 'kick back' rekanan di suatu kegiatan tertentu dan juga kegiatan lainnya, tapi maaf tidak bisa dirinci lebih jauh," ungkap Bambang.
Namun Bambang menegaskan bahwa pasca dilantik sebagai menteri ESDM, Jero Wacik meminta tambahan Dana Operasional Menteri (DOM) karena plafon yang diterimanya tidak mencukupi.
Juru Bicara KPK Johan Budi saat ditemui juga menolak untuk menjelaskan mengenai pihak yang diduga diperas.
"Saya kira titik terang itu ada, tapi di penyidik pasti tahu karena begitu menetapkan dugaan pemerasan berarti penyidik punya data maupun keterangan pihak yang diduga dipaksa atau diperas JW," kata Johan.
Johan pun menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Jero akan dilakukan setelah pemeriksaan saksi.
"Belum ada, biasanya yang diperiksa duluan adalah saksi-saksi. Mungkin tidak terlalu lama," tambah Johan.
KPK menyangkakan Jero Wacik dengan pasal 12 huruf e atau pasal 23 Undang-undang No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 jo pasal 421 KUHP.
Pasal 12 huruf e mengatur mengenai penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri yaitu pasal mengenai pemerasan dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.