REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahap konsinyering pembahasan RUU Pilkada masih berlangsung hingga Rabu (3/9) sore di Kopo, Cisarua, Bogor. Pembahasan masih berjalan alot terkait pemilihan gubernur dan bupati/wali kota secara langsung atau tidak langsung.
Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Djohermansyah Djohan mengatakan, terjadi perubahan sikap yang cukup signifikan dari beberapa fraksi DPR terkait opsi pemilihan langsung dan tidak langsung.
Mei lalu, menurutnya, untuk pemilihan gubernur sembilan fraksi DPR menginginkan pemilihan secara langsung. "Tiba-tiba beberapa fraksi berubah sikap. Semulanya sepakat pilgub langsung. Kemarin ada yang berubah pemilihan dipilih tidak langsung atau lewat DPRD," kata Djohermansyah di kantor kemendagri, Jakarta.
Menurutnya, hal yang sama juga terjadi untuk opsi pemilihan bupati/wali kota. Hingga saat ini, sebagian besar fraksi masih menginginkan pemilihan secara tidak langsung atau melalui DPRD.
Padahal sebelumnya, hanya fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang menghendaki pemilihan bupati/wali kota lewat DPRD.
Awalnya, lanjut Djohermansyah, pemerintah menginginkan pemilihan gubernur dilakukan langsung. Sementara pemilihan bupati dilakukan DPRD.
Namun, melihat dinamika yang berkembang, pemerintah tidak keberatan jika pemilihan gubernur dan bupati dilakukan secara langsung. Meski pemilihan langsung membuka peluang distorsi politik uang tetap terjadi.
Hanya saja, pertemuan konsinyering terakhir memperlihatkan perubahan sikap dari fraksi-fraksi DPR. Sehingga untuk mengambil keputusan akhir dimungkinkan diambil dua opsi.
"Kami dorong lewat musyawarah, walau hampir gak mungkin. Kalau tidak tertentu akhirnya divoting," jelas Djohermansyah.
Pemerintah dan DPR, menurutnya, akan melakukan rapat konsinyasi lanjutan di Jakarta pada 9 hingga 10 September 2014. Selanjutnya, pada 11 September akan diambil keputusan tingkat pertama di Komisi II DPR.
"Tanggal 12 atau 13 September akan diambil keputusan akhir melalui rapat paripurna DPR. Kalau tidak bisa lewat musyawarah, tentu lewat voting," ujarnya.
Djohermansyah mengatakan pemerintah dan DPR sudah bersepakat tentang sistem non-paket. Meski pun persoalan pemilihan langsung atau tidak langsung belum menemui titik akhir.
"Kabar baiknya, sistem tidak paket disetujui. Wakil kepala daerah dipilih oleh kepala daerah, tergantung jumlah penduduk," ungkap Djohermansyah.
Wakil gubernur dan wakil bupati/wali kota akan dipilih oleh kepala daerah terpilih. Kepala daerah akan mengajukan tiga nama kepada pemerintah pusat.
Tiga nama tersebut, boleh diisi oleh pegawai negeri sipil (PNS) atau non-PNS. Selanjutnya, pemerintah pusat akan memutuskan.
Namun, pemilihan wakil kepala daerah tergantung dengan kebutuhan dan jumlah penduduk. Untuk wilayah yang jumlah penduduknya di bawah 100 ribu, dimungkinkan tidak memiliki wakil kepala daerah.