Rabu 03 Sep 2014 14:49 WIB

Tersangka Kasus Sodomi JIS Mengaku Disiksa dan Ditodong Pistol

Rep: c75/ Red: Joko Sadewo
Suasana ruang Tempat kejadian perkara kasus pelecehan kekerasan seksual terhadap murid TK Jakarta International School (JIS) yang dilakukan oleh petugas kebersihan sekolah tersebut, Jakarta Selatan, Jumat (13/6)
Foto: Rakhmawaty La'lang/Republika
Suasana ruang Tempat kejadian perkara kasus pelecehan kekerasan seksual terhadap murid TK Jakarta International School (JIS) yang dilakukan oleh petugas kebersihan sekolah tersebut, Jakarta Selatan, Jumat (13/6)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang menyangkut kasus kekerasan seksual yang dilakukan lima terdakwa, petugas kebersihan di Jakarta Internasional School (JIS) kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (3/9). Agenda sidang ketiga ini akan membacakan eksepsi atau nota keberatan dari terdakwa.

Tim Kuasa Hukum Terdakwa, Agun Iskandar dan Virgiawan, Patra M Zen mengatakan dalam pembacaan eksepsi keberatan di sidang kali ini. Pihaknya mengatakan akan membacakan dua pokok keberatan yang ingin disampaikan kepada Majelis Hakim.

Baca Juga

Ia menuturkan, pertama terkait dengan surat dakwaan yang disusun berdasarkan proses penyidikan yang melanggar hak asasi manusia. Pasalnya, para terdakwa mengakui pada saat penyidikan mereka disiksa, dipukuli bahkan ditodong pistol.

"Terkait dengan itu, kami mohon kepada DPR, Kompolnas dan instansi terkait untuk membentuk tim pencari fakta. Apakah pengakuan dari para terdakwa benar apa adanya," ungkap Patra M Zen kepada wartawan di gedung PN Jakarta Selatan, Rabu (3/9).

Ia menuturkan kliennya, Virgiawan mengatakan dibohongi pada tanggal 3 yang akan diperbantukan di Patimura (JIS), ternyata dibawa ke Polda untuk di tes di Bio Medika, dan ternyata tesnya negatif.

Selain itu, ia mengalami penyiksaan dari pukul 17.00 hingga pukul 03.00 WIB. "Apakah keterangan ini benar, maka oleh karenanya kami minta dibentuk tim pencari fakta karena ini penting. Kalau benar pengakuan dari empat terdakwa ini maka telah terjadi pelanggaran HAM yang keji," katanya.

Kedua, Patra mengatakan dalam eksepsi pada intinya berdasarkan bukti medis dalam dakwaan bahwa bukti medis tidak ada satu pun yang menyatakan anak korban mengalami transfer seksual, penyakit karena adanya hubungan seksual.

Artinya, menurutnya, tidak ada sodomi. Jelas 13 kali disodomi berdasarkan visum pada tanggal 25 Maret. "Visum RSCM mengatakan tidak ada lecet atau luka goresan dilubang pelepas (anus)," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement