Kamis 28 Aug 2014 12:36 WIB

Kapolda Bantah Tempatkan Sniper di MK

Rep: c70/ Red: Bilal Ramadhan
Tindak Lanjut Kasus JIS: Kapolda Metro Jaya Irjen Pol. Dwi Priyatno (dua kiri), bersama Wakapolda Metro Jaya Brigjen Pol. Sudjarno (kiri), Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Heru Pranoto (kanan), dan Kepala Bidang Humas Polda Metro Jay
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Tindak Lanjut Kasus JIS: Kapolda Metro Jaya Irjen Pol. Dwi Priyatno (dua kiri), bersama Wakapolda Metro Jaya Brigjen Pol. Sudjarno (kiri), Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Heru Pranoto (kanan), dan Kepala Bidang Humas Polda Metro Jay

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal (Irjen) Pol Dwi Priyatno menampik tuduhan bahwa kepolisian menyiapkan sniper di sejumlah lokasi di sekitar gedung Mahkamah Konstitusi (MK) saat pengumuman gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden pada 21 Agustus lalu.

"Nggak ada soal sniper, kita juga gak pakai peluru karet, itu tindakan level enam, (tindakan) hanya sampai level lima yaitu water cannon dan gas air mata," kata Dwi di Mapolda Metro Jaya, Kamis (28/8).

Dijelaskannya, sesuai standar peraturan mulai dari level satu sampai enam yaitu dimulai dari kehadiran polisi, penyampaian oral, peringatan sebanyak dua kali, gas air mata atau borgol dan terakhir laras licin untuk melumpuhkan.

Seperti diketahui sebelumnya, sekitar 100 orang memberitahukan dirinya akan turun ke jalan untuk melakukan aksi unjuk rasa saat MK mengumumkan hasil gugatan PHPU. Namun pada kenyataannya, lebih dari 5.000 massa datang, pembubaran dilakukan polisi karena massa yang datang tidak sesuai dengan pemberitahuan bahkan melakukan tindakan anarkis.

Saat itu ada sejumlah massa yang menggunakan peralatan salah satunya sepatu boot dan mobil Unimog untuk merusak pagar barrier yang digunakan oleh petugas pengamanan untuk membatasi ring tiga. "Mungkin ada perencanaan. Waktu pertama saya datang kesana, kita himbau agar tidak merusak, mereka usahan lagi. Bahkan nego Kapolres Pusat (Jakarta Pusat) sampai tiga kali tak dihiraukan," tutur Dwi.

Ia berprinsip jangan sampai para pengunjuk rasa masuk dalam batas aman wilayah MK yang merupakan simbol negara. Massa akan lebih sulit untuk dikendalikan jika sudah melewati batas pengamanan ring tiga. "Mereka (para pengunjuk rasa) gak terkoordinir dengan baik," ujar Dwi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement