REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Djohermansyah Djohan mengatakan, nasib pilkada serentak bergantung pada pengesahaan RUU Pilkada. Karena pengaturan teknisnya terdapat dalam RUU tersebut. Padahal pada 2019, rencananya pemilu berlangsung bersamaan.
Pemerintah berencana melaksanakan pilkada serentak sebagian dengan 204 daerah pada 2015. Sedangkan pada 2018 berlanjut lagi sebanyak 285 daerah. Sehingga 2020 ke depan, ada 534 daerah yang melangsungkan pilkada secara serentak.
"Makanya kita pemerintah dan DPR sekarang mencoba merumuskan segera menyelesaikan. Mudah-mudahan bisa putus final sebelum periode mendatang," ujar dia di Jakarta, Rabu (27/8).
Dia mengatakan, dalam pembahasan sebuah rancangan perundang-undangan tidak dikenal istilah carry over. Artinya RUU yang tidak selesai di suatu periode pemerintahan harus diulang pembahasanya pada parlemen mendatang.
Menurut dia RUU Pilkada harus segera disahkan. Jika tidak, maka persoalannya akan semakin berlarut. Padahal rancangan tersebut sudah dibahas sejak Juni 2012. Pada Agustus 2014, maka terhitung dua tahun dua bulan RUU Pilkada tak juga berujung pada titik temu.
"Kalau tidak jadi, bayangkan saja, pembahasan itu dari nol lagi. Rancangan diusulkan lagi, sementara persoalan ini terus berkembang karena tidak ada perubahan kebijakan," kata Djohermansyah
Pemerintah memang masih menunggu kesepakatan fraksi di DPR. Padahal eksekutif hendak membuat koreksi atas sistem demokrasi pilkada agar pemerintahan yang lebih efektif. Selain itu, pemilu serentak juga dapat menghemat anggaran.