Rabu 22 May 2019 14:13 WIB

FPI Merasa Disudutkan dengan Aksi 22 Mei

FPI meminta pemerintah membentuk tim pencari fakta independen aksi 22 Mei.

Demonstran menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (22/5/2019).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Demonstran menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (22/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Front Pembela Islam (FPI) merasa disudutkan oleh terjadinya insiden kerusuhan di lingkungan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (21/5) malam hingga Rabu (22/5) dini hari. FPI mengecam insiden yang sudah mengakibatkan korban meninggal.

"Kenapa peristiwa semalam lama-lama dikerucutkan kepada FPI. Ini merupakan skenario untuk menghabisi FPI," kata Dewan Pembina Pimpinan Pusat FPI, Habib Muhsin Alatas dalam konferensi pers di Rumah Perjuangan Rakyat, Jakarta Pusat, Rabu siang.

Baca Juga

Pihaknya justru merasa sangat prihatin dan mengecam kejadian yang dia klaim sebagai aksi super damai tanpa anarkis. Dikatakan Muhsin, massa dari berbagai kelompok masyarakat, termasuk FPI dari berbagai daerah berkumpul sejak siang hingga sore hari di Jakarta.

Mereka hadir dalam aksi 21 Mei di bawah komando sejumlah tokoh nasional dan alim ulama. "Sejak siang kita datang baik-baik dan beradab, sampai sore masih berjalan baik, bahkan sampai buka puasa massa aksi lancar," katanya.

Namun saat pihaknya berpamitan dengan aparatur kepolisian pada pukul 22.30 WIB, terjadi penyerangan oleh oknum kepada Brimob hingga kericuhan pun pecah. "Sayangnya peristiwa itu diwarnai aksi brutal penegak hukum. Ini adalah tindakan yang tidak kita terima karena serangan menimpa teman kami yang sedang istirahat," ujarnya.

Atas kejadian itu, Muhsin bersama jajaran presidium Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat (GNKR) mendeklarasikan empat tuntutan kepada pemerintah. Pertama, mengutuk serta mengecam tindakan kekerasan terhadap para peserta aksi damai 21 Mei 2019.

Kedua, meminta kepolisian bertanggung jawab atas tragedi kemanusiaan dan pelanggaran hak azasi manusia di kantor Bawaslu RI serta mendesak pemerintah membentuk tim pencari fakta independen. Ketiga, GNKR telah memutuskan untuk meneruskan aksi super damai tanpa kekerasan bersama rakyat di Indonesia khususnya Jakarta sebagai bentuk perjuangan penegakan keadilan.

Keempat, mendesak pemerintah menindak tegas aparat yang berlaku represif pada rakyat yang akan memperjuangkan hak konstitusionalnya. Serta tidak menghalangi masyarakat dari luar kota untuk memperjuangkan aspirasinya di Jakarta.

Kelima, mendesak pemerintah membentuk tim pencari fakta yang independen untuk mengusut tuntas tragedi kematian petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan petugas pemilu yang mengalami sakit dengan mengeluarkan izin autopsi.

Deklarasi itu dibacakan oleh Koordinator Pelaksana GNKR saat melepas seribu peserta aksi 22 Mei di Rumah Perjuangan Rakyat, Jalan Proklamasi Nomor 36, Jakarta Pusat menuju Bawaslu RI.

Agenda pelepasan itu juga dihadiri tokoh nasional mantan Menko Perekonomian, Rizal Ramli.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement