REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA– Pro-kontra mengenai PP Aborsi terus bergulir. Kalangan dokter menilai, dokter yang melakukan tindakan aborsi rawan terkena hukuman. Sehingga untuk terlibat dalam melakukan praktik aborsi, dokter membutuhkan jaminan di mata hukum.
Salah seorang dokter RS. Harapan Kita, Hasnah Siregar menyatakan keraguannya untuk melakukan tindakan aborsi karena pemerkosaan. Sebab menurut dia, dokter pelaku aborsi bisa diancam dengan hukuman kurungan hingga 20 tahun penjara. Selain hukuman penjara, dokter pelaku aborsi juga akan dijerat dengan denda sebanyak Rp 500 juta.
“Siapa yang mau dimasukin penjara, coba?” ujar Hasnah kepada Republika, Rabu (20/8). Menurut dia, hingga saat ini, peraturan tersebut membahayakan profesi dokter.
Hasnah mengatakan, profesi dokter bukan penentu apakah seseorang bisa dikatakan diperkosa atau tidak. Menurut dia, dokter merupakan tenaga ahli yang hanya bertugas mengeksekusi suatu tindakan medis. Sementara, kata dia, seseorang dapat dikatakan diperkosa atau tidak, diluar kapasitas seorang dokter.
Menurut dia, pembuktan bahwa seseorang “diperkosa” atau tidak, tidak cukup hanya dengan pengakuan. Kalau perlu, kata dia, harus ada saksi mata yang menyaksikan “kejadian” tersebut secara langsung. Jika tidak dapat dibuktikan secara rinci, menurut Hasnah, dapat dimanfaatkan oleh oknum yang mengaku diperkosa. Sementara, dokter pelaku aborsi terhadap oknum tersebut dapat dijerat dengan hukuman pidana.
Dia menyarankan agar Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia dan Polri untuk bermusyawarah bersama untuk membahas PP Aborsi.diharapkan hasil dari kesepakatan bersama ini menemukan jalan keluar bagi seluruh elemen masayarakat, termasuk dokter.
“Caranya dengan musyawarah bersama. Lalu hasilnya disosialisasikan. Sehingga masyarakat tahu, mana yang boleh diaborsi mana yang tidak,” jelasnya.