Selasa 19 Aug 2014 22:35 WIB

Aborsi Korban Perkosaan Harus Disetujui Tim Kelayakan

Sebuah klinik aborsi disegel polisi (ilustrasi)
Foto: Republika/Edwin
Sebuah klinik aborsi disegel polisi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wanita korban perkosaan yang mengakibatkan kehamilan tidak diinginkan kini dapat memilih untuk melakukan aborsi, namun keputusan tersebut harus disetujui tim kelayakan aborsi yang dibentuk pemerintah.

"Tim kelayakan paling sedikit terdiri dari dua orang tenaga kesehatan yang diketuai oleh dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan," kata Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi ketika memberikan paparan media di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa.

Aturan tersebut dimuat dalam PP Nomor 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang salah satu pasalnya mengatur mengenai pelaksanaan aborsi bagi kehamilan yang memiliki indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat perkosaan.

Indikasi kedaruratan medis dijelaskan dalam Pasal 32, yaitu kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu baik fisik maupun psikis dan atau kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin.

Dalam menentukan indikasi kedaruratan medis, tim kelayakan aborsi akan melakukan pemeriksaan sesuai standar untuk kemudian membuat surat keterangan.

Sedangkan penyelenggaraan aborsi juga harus dilakukan secara aman, bermutu dan bertanggungjawab, yaitu dilakukan oleh dokter sesuai standar dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

Selain itu, aborsi juga harus dilakukan atas permintaan/persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan juga izin suami kecuali jika merupakan korban perkosaan.

Aturan tersebut juga mensyaratkan agar aborsi tidak diskriminatif dan tidak mengutamakan imbalan materi.

Menkes menegaskan juga bahwa tidak semua dokter akan dapat melakukan aborsi dan harus mendapatkan pelatihan oleh penyelenggara pelatihan yang terakreditasi terlebih dahulu.

"Dokter (yang melakukan aborsi) juga bukan merupakan anggota tim kelayakan aborsi atau dokter yang memberikan surat keterangan usia kehamilan akibat perkosaan, untuk menghindari konflik kepentingan," kata Menkes.

Namun aturan itu akan dikecualikan bagi daerah yang tidak memiliki dokter yang jumlahnya mencukupi sehingga dapat dilakukan oleh dokter yang sama.

Menteri Kesehatan masih akan menyusun peraturan menteri mengenai pelatihan bagi dokter yang melakukan aborsi serta persyaratan dan standar fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat melakukannya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement