REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kuasa hukum pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mencecar saksi yang dihadirkan termohon, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam sidang lanjutan di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (11/8). Saat itu salah satu kuasa hukum Prabowo-Hatta Alamsyah Hanafiah mengorek keterangan mengenai pembukaan kotak suara oleh KPU Kabupaten Demak.
Anggota KPU Kab Demak Asroni mengatakan, setelah proses rekapitulasi pada 16 Juli kotak suara yang telah dibuka kemudian kembali digembok. Ia mengatakan, pembukaan kotak suara kembali dilakukan pada 8 Agustus setelah MK membuat ketetapan dengan memberikan izin melakukan tindakan tersebut. Alamsyah kemudian menanyakan adanya upaya pembukaan kotak suara sebelumnya. "Belum pernah buka," kata Asroni.
Namun, Asroni kemudian mengakui adanya rencana pembukaan kotak suara pada 30 Juli. Hanya saja, ia mengatakan, tindakan itu batal dilakukan karena terjadi perdebatan di tingkat nasional. Ia mengatakan, surat pembukaan kotak suara itu dibatalkan. "Ketika Jumat (8 Agustus) ada semacam terotong-terotong kejelasan diperbolehkan pembukaan kota, maka pada Jumat 8 Agustus kami lakukan," ujar dia.
Terkait pembukaan kotak suara pada 8 Agustus itu, Alamsyah menanyakan mengenai adanya saksi dari pasangan nomor urut 1. Asroni mengatakan, ada saksi dari pasangan Prabowo-Hatta, pun panwaslu dan kepolisian. Alamsyah meminta Asroni untuk menyebutkan nama saksi itu. Namun Asroni mengaku lupa. Alamsyah mengingatkan, "Saudara terancam hukum pidana.."
Kata-kata Alamsyah terpotong kuasa hukum termohon Adnan Buyung Nasution. Adnan keberatan dengan pernyataan Alamsyah. Sempat terjadi perdebatan sebelum ketua majelis hakim konstitusi menenangkan. Asroni kemudian kembali memberikan penjelasan. Ia sempat menyebut ada daftar hadir, tetapi kembali tidak menyebutkan nama saksi pasangan nomor urut 1. "Saya gak ingat karena posisi saya di Jakarta. Nanti saya lampirkan dalam alat bukti," kata dia.
Dalam kesaksiannya ini, Asroni pun memberikan penjelasan mengenai keterangan dari saksi pemohon terkait adanya beberapa surat suara yang tidak ditandatangani KPPS. Ia memberikan klarifikasi karena hanya ada satu surat suara yang tidak ditandangani di TPS 19 Batursari, bukan ada beberapa. Ia mengatakan, surat suara itu tidak masuk dalam penghitungan. "Semua sepakat untuk tidak dimasukkan dalam penghitungan. Jadi tidak dihitung," ujar dia.
Asroni pun memberikan klarifikasi mengenai keterangan saksi pemohon akan adanya beberapa PPS yang melakukan rekapitulasi suara di luar tahapan. Ia memberikan bantahan karena hanya terjadi satu di Desa Mrisen. Menurut dia, persoalan ini baru dipermasalahkan kembali saat rekapitulasi di tingkat Kabupaten. Namun, ia mengatakan, sudah ada rekomendasi panwaslu pada 17 Juli agar rekapitulasi suara Desa Mrisen dilakukan pada 18 Juli. "Itu dilakukan sebelum kami berangkat ke rekap provinsi," kata dia.