REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri mengatakan saat ini ada 42 titik rawan konflik di Indonesia yang membutuhkan antisipasi dan penanganan secara holistik serta komprehensif dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat dan pemerintah daerah.
"Puluhan titik konflik itu membutuhkan penanganan serius karena yang menjadi korban adalah masyarakat itu sendiri," kata Salim Segaf Al Jufri dalam kunjungan kerja di Palu, Sulawesi Tengah, Ahad.
Menurutnya, perubahan zaman, akulturasi dan asimilasi membawa dampak berupa pelunturan sistem budaya asli.
"Tidak jarang, menjurus dan menyulut konflik sosial di tengah masyarakat. Selain itu, juga memunculkan hilangnya rasa saling percaya, komunikasi antarwarga, serta melemahnya kohesivitas sosial di dalam masyarakat," katanya.
Dia mengatakan perubahan zaman adalah sebuah keniscayaan yang harus dilalui bangsa Indonesia, termasuk dampak-dampak yang ditimbulkan," ujarnya.
Di satu sisi, keragaman suku merupakan modal sosial dan benteng ketahanan bangsa Indonesia namun di lain sisi, juga berpotensi menjadi pemantik konflik sosial.
Pada kondisi itu, Salim Segaf Al Jufri mengatakan Kementerian Sosial berdiri di garda terdepan untuk menjaga dan melestarikan kearifan lokal sebagai solusi untuk mengatasi konflik sosial.
"Jika konflik sosial dibiarkan maka bisa mengancam keutuhan NKRI," katanya.
Dia menyadari setiap suku memiliki budaya, tata nilai kearifan lokal, norma, tradisi dan perilaku hidup berbeda. "Namun semua itu harus dikelola dengan baik sebagai kekuatan bangsa," katanya.
Dia mengatakan formula keserasian sosial yang dikemas Kemensos dengan beragam bentuk, di antaranya musyawarah antarwarga, membangun fasilitas sosial dan fasilitas akses interaksi antarwarga, serta mengadakan pegelaran kesenian tradisional.