REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta akan menerapkan peraturan mengenai penggunaan pakaian khas daerah bagi siswa setiap hari Jumat. Pakaian tersebut adalah Sadariah untuk laki-laki dan Encim untuk perempuan.
Adanya peraturan ini, memunculkan pro dan kontra di kalangan orang tua murid. Salah satu orang tua murid, Nurhayati (30) mengaku tidak keberatan dengan peraturan yang mulai diterapkan awal September tersebut. "Nggak keberatan. Lagian kemarin udah rapat. Katanya sudah dikoordinir sekolah biar seragam. Semoga saja tidak mahal," kata Nurhayati kepada ROL,Jumat (8/8).
Nurhayati pun mengapresiasi pihak sekolah yang memperbolehkan siswa perempuan untuk menggunakan jilbab. "Bagus juga, biasanya kan Jumat pakai baju muslim, ada identitas agama gitu, tapi sekarang sudah nggak," ujarnya.
Berbeda dengan Nurhayati, orang tua yang lain Paidi (56) mengaku keberatan dengan peraturan tersebut. Hal ini dikarenakan, ia memiliki dua anak yang duduk di bangku kelas 4 SD Negeri Gambir 1 dan kelas XI SMA Negeri 4. "Keberatan sih keberatan. Tapi mau nggak mau," ujar Paidi.
"Kalau yang punya duit sih nggak keberatan, tapi yang nggak punya, ya keberatan nggak keberatan lah. Apalagi yang anaknya lebih dari dua dan kerjanya serabutan, kasian," tambah Paidi.
Ia pun mengatakan lebih memilih untuk membeli sendiri Sadariah dan kebaya Encim dibanding dikoordinator oleh pihak sekolah. Berdasarkan pengalaman, lanjut Paidi, seragam yang disediakan sekolah selalu mahal. "Tapi kualitasnya kurang. Kalau beli sendiri kan bisa menyesuaikan harganya. Tapi nggak tahu, yang SMA belum ada rapat," kata Paidi.
Meskip begitu, Paidi mendukung penuh peraturan tersebut. " Ya, kalau untuk melestarikan budaya Betawi, ya nggak apa-apalah," ujarnya.