Kamis 24 Jul 2014 22:25 WIB

Ombudsman Tangani Kasus Seragam Batik Sekolah

Rep: Edy Setyoko/ Red: Maman Sudiaman
Logo Ombudsman RI
Logo Ombudsman RI

REPUBLIKA.CO.ID, KLATEN -- Kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten memberlakukan pembelian seragam batik bagi siswa sekolah, sepertinya berbuntut panjang. Ini setelah lembaga Obudsmen Republik Indonesia Perwakilan DIY dan Jateng Selatan turun tangan, turut menangani persoalan yang dianggap meresahkan orangtua siswa.

Komisi Ombudsman terus melakukan koordinasi dan monitoring dengan Pemkab Klaten. Diam-diam, awal Juli lalu, sudah turun lapangan. Sasaran pertama menemui Kepala Dinas Pendidikan (Disdik). Hasilnya, menurut Asisten Ombudsmen, Rifky Taufirahman, Kamis (24/7), Kadisdik, Pantoro, komitmen melakukan pendataan persoalan, berikut jumlah siswa yang ditarget membeli, berikut penyelesaian masalah.

Agenda berikutnya, kata Rifky, Ombudsman, melakukan koordinasinlanjutkan dengan Kadisdik. Ini dijadwal 6 Agustus. Tujuannya, memastikan tindak-lanjut, serta komitmen Kadisdik menyelesaikan permasalahan program pengadaan seragam. Sementara, Ombudsmen sendiri terus menerima laporan masyarakat.

Nantinya, Ombudsman juga melakukan kunjungan koordinasi dengana Kapolres Klaten, AKBP Nazirwan Adji Wibowo. Ini dilakukan guna berkonsultasi dan mengkaji kemungkinan aspek pelanggaran pidana. Sebab, berdasar PP 17 Tahun 2010, sekolah, dewan pendidikan, maupun komite dilarang menjual seragam. Dalam Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014, sekolah tidak diperbolehkan melakukan pengadaan seragam, kecuali orangtua siswa. Dan, tidak dalam momentum kenaikkan kelas atau penerimaan siswa baru.

Konsultasi dan kajian dengan Kapolres, juga membahas kemungkinan aspek pidana yang terkandung dalam kebijakan pungutan seragam. Tujuannya, ini agar kepala sekolah mengetahui ada aspek pidana terkait pungutan tersebut. Seperti, unsur perbuatan melawan hukum, pungli, penyalahgunaan wewenang. Bahkan, kemungkinan tindak pidana korupsi -- kalau memang menguntungkan orang atau kelompok tertentu.

Dalam PP Nomor 17 Tahun 2010, Pasal 181 dan 198, tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan disebutkan, mulai dari pendidik atau tenaga pendidik, komite sekolah dan dewan pendidikan, baik secara perseorangan atau kolektif, tidak diperbolehkan untuk menjual pakaian seragam atapun bahan seragam sekolah.

Seperti diketahui, pemberlakukan pembelian seragam batik siswa sekolah pada awal tahun ajaran baru ini, jadi persoalan panjang. Menyusul desakan walimurid dan opini masyarakat, Komisi IV DPRD Klaten minta Kadisdik mengevaluasi kebijakan pembelian seragam batik 'Identitas Klaten' tersebut. ''Sebenarnya kami minta untuk menghentikan kebijakan ini,'' kata Eko Prasetyo, anggota Komisi IV.

Hasil kajian Komisi IV, ada sejumlah pasal dalam Permendiknas Nomor 45 Tahun 2014, tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, dilanggar Disdik. Bab IV Pasal 1, menyebutkan, pengadaan seragam diusahakan sendiri oleh orangtua murid atau wali peserta didik. Pasal 2, pengadaan seragam tidak boleh dikaitkan dengan pelaksanaan penerimaan peserta didik baru atau kenaikan kelas.

Forum Masyarakat Peduli Pendidikan Klaten (Formas Pepak) menolak kebijakan pembelian seragam batik pelajar SMP dan SMA/SMK Negeri. Ini ditengarai karena pihak pengadaan barang memperoleh keuntungan Rp 3,9 milyar atas kebijakan itu.

Berdasarkan penelusuran di Disdik, jumlah siswa SMP Negeri kelas VII dan VIII 26 ribu, SMA Negeri 7.600, dan SMK Negeri 5.500 siswa. ''Kalau dihitung, jumlah siswa mencapai 39 ribu lebih. Setelah melihat harga di pasaran yang selisihnya hingga Rp 100 ribu, maka nominal keuntungan yang didapatkan sekitar Rp 3,9 milyar, kata Purwanti, Koordinator Formas Pepak.

Menurut Purwanti, kebijakan seragam sekolah tak hanya meresahkan orangtua, pembelian seragam batik yang terkesan memaksakan ini juga melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010. Kalau memang diwajibkan, seharusnya digratiskan dengan dianggarkan dalam APBD. Jangan membebani orangtua murid''.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement