Selasa 08 Jul 2014 14:26 WIB

Furnitur Politisi PDIP Ini Dianggap Bukan Hasil Korupsi

Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Olly Dondokambey, saat memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta.
Foto: Antara/Andika Wahyu
Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Olly Dondokambey, saat memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Hakim di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memutuskan bahwa furnitur milik politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Olly Dondokambey bukanlah hasil korupsi dalam perkara tindak korupsi proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang.

"Setelah memeriksa dan menelaah, tidak ditemukan bukti bahwa seperangkat furnitur itu dibeli dengan menggunakan uang kas PT Adhi Karya sehingga tidak ada cukup alasan hukum untuk menyitanya dan barang tersebut harus dikembalikan," kata anggota majelis hakim Ugo dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.

Putusan tersebut dibacakan dalam pembacaan vonis terhadap mantan Direktur Operasi I PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor yang divonis 4 tahun dan 6 bulan ditambah denda Rp150 juta subsider 3 bulan. Dalam tuntutan, jaksa meminta agar furnitur yang telah disita dari Olly itu dirampas untuk negara karena dianggap sebagai keuntungan tidak sah dari proyek pembangunan P3SON Hambalang.

"Furnitur meja dan kursi kayu tersebut menurut penuntut umum dibayarkan dari kas Adhi Karya tapi saksi Olly Dondokambey mengatakan bahwa ia tidak tahu sumber pembayaran uang itu," tambah hakim Ugo.

Furnitur milik Olly tersebut adalah satu buah meja makan kayu berukuran 163 x 71 x 14 cm, satu buah meja makan kayu 410 x 100 x 20 cm, dua buah dampar atau kursi kayu ukuran 38 x 157 x 54 cm, dua buah dampar atau kursi kayu ukuran 38 x 157 x 54 cm dan sudah disita KPK. Jumlah tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar RP464,514 miliar.

Dalam pertimbangannya, hakim menilai bahwa Teuku Bagus memberikan Rp2 miliar kepada Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam melalui Paul Nelwan. Selanjutnya pemilik PT Dutasari Citralaras Machfud Suroso juga memberikan uang kepada Wafid Muharam sebesar Rp3 miliar yang berasal dari kas PT Adhi Karya, semuanya adalah untuk mendapatkan proyek P3SON Hambalang senilai Rp1,17 triliun.

Sebelum penetapan lelang, Teuku Bagus juga bertemu dengan mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek Hambalang Deddy Kusdinar Deddy Kusdinar, anggota tim asistensi Lisa Lukitawati Isa dan Komisaris PT Methapora Solusi Global Muhammad Arifin, saat itu Deddy meminta agar Adhi Karya sebagai calon pemenang memberikan komisi sebesar 18 persen dan disetujui Teuku Bagus.

Akhirnya ada 25 November 2010, KSO Adhi Wika ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan Wafid Muharam selaku Sesmenpora yang menandatangani surat pemenangan karena Menteri Pemuda dan Olahraga saat itu Andi Mallarangeng tidak bersedia menanantangani dengan alasan hal itu persoalan teknis, padahal menterilah yang seharusnya menandatangani proyek bernilai di atas Rp50 miliar.

Namun Teuku Bagus ternyata mengalihkan (subkontrak) pekerjaan utama pembangunan asrama junior putri, asrama junior putra dan GOR Serbaguna kepada perusahaan yang dibawa Choel Mallarangeng yaitu PT Global Daya Manunggal senilai Rp142,44 miliar padahal perusahaan teresbut bukan penyedia barang/jasa spesialis.

Teuku Bagus juga mengalihkan pekerjaan lain ke 38 perusahaan lain sehingga nilai pekerjaan yang dialihkan seluruhnya Rp530 miliar. Teuku Bagus meski mengalihkan pekerjaan masih mengajukan permohonan kepada Kemepora tanpa menyerahkan kemajuan pekerjaan yang sesungguhnya tapi hanya berdasar perkiraan sebesar Rp217,3 miliar pada akhir 2010 dan Rp236,17 miliar pada 2011 sehingga seluruhnya KSO Adhi Wika mendapat uang sebesar Rp453,454 miliar.

Uang itu kemudian dibayarkan ke PT Dutasari Citralaras sebesar Rp170,39 miliar, Machfud Suroso sebesar Rp28,8 miliar, PT Global Daya Manunggal sebesar Rp58,9 miliar, PT Aria Lingga Perkasa senilai Rp3,33 miliar dan pembayaran kepada 32 subkontraktor lain sejumlah Rp17,96 miliar.

"Dari sebagian uang yang diterima oleh Machfud Suroso dan PT Dutasari Citralaras sebesar Rp45,3 miliar merupakan realisasi sebagian pembayaran fee sebesar 18 persen. Uang yang diterima oleh Machfud Suroso diberikan kepada M Nazaruddin sebesar Rp10 miliar yang sebelumnya sudah mengeluarkan uang untuk proyek Hambalang dan pinjaman terdakwa di kas PT Adhi karya untuk pergantian direksi dan karyawan yang bekerja di KSP Adhi-Wika," ungkap hakim.

Hakim juga mengabulkan permintaan Teuku Bagus untuk mengembalikan sertifikat tanah yang diatasnamakan namanya, istri dan anaknya, pengembalian sejumlah surat kendaraan bermotor yang disita di Yogyakarta, Jawa Tengah dan KPK serta pembukaan blokir rekening tabungan dan rekening.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement