Kamis 03 Jul 2014 16:37 WIB

Adik Atut Protes Isi Transkrip Wawancara

 Terdakwa kasus dugaan suap sengketa pilkada Lebak Ratu Atut Chosiyah (kiri), menyimak kesaksian adiknya Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan (kanan) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (3/7). (Republika/Agung Supriyanto)
Terdakwa kasus dugaan suap sengketa pilkada Lebak Ratu Atut Chosiyah (kiri), menyimak kesaksian adiknya Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan (kanan) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (3/7). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan memrotes transkip percakapan telepon yang diperdengarkan kepada majelis hakim saat menjadi saksi dalam sidang perkara dugaan suap pemilihan kepada daerah Lebak di Mahkamah Konstitusi dengan terdakwa Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.

"Saya selalu menyebut 'teteh' bukan ibu," kata Wawan kepada ketua majelis hakim Matheus Samiadji ketika transkip percakapan telepon dibacakan dalam sidang di pengadilan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Menurut Wawan yang merupakan adik kandung Ratu Atut, ia tidak pernah memanggil Ratu Atut dengan panggilan 'ibu'. "Mungkin saja, Ibu Atut sedang berbicara kepada temannya di Singapura," ucap Wawan.

Selain itu, kuasa hukum Ratu Atut, Maqdir Ismail memohon kepada majelis hakim untuk memutar kembali rekaman karena hasil transkip rekaman berbeda dengan apa yang diperdengarkan. "Kalimat yang saya dengar 'ya sub ya besok jam berapa itu atau apa itu' sedangkan yang tertulis 'ya sud ya jam berapa'," kata Maqdir kepada majelis hakim.

Hakim pun meminta kepada penuntut umum untuk memutar kembali rekaman percakapan saksi Wawan dengan Ratu Atut. "Ya sudah diputar sekali lagi, kalau tidak jelas putar dua kali," kata Matheus.

Setelah mendengar ulang rekaman, menurut Maqdir kalimat yang diucapkan adalah "sampai jam berapa itu".

Dalam perkara ini jaksa KPK menjerat Atut dengan pasal 6 ayat 1 huruf a subsider pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 750 juta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement