Kamis 22 Oct 2020 19:58 WIB

KPK Hati-Hati Terapkan TPPU kepada Nurhadi

KPK belajar dari perkara Wawan yang diputus tak melakukan TPPU.

Layar menampilkan terdakwa kasus suap terhadap Sekretaris MA Nurhadi dan Rezky Herbiyono pada sidang dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/10/2020). Mantan Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono didakwa Jaksa Penuntut Umum KPK telah menerima suap Rp45,7 miliar dan gratifikasi senilai Rp37,2 miliar terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Layar menampilkan terdakwa kasus suap terhadap Sekretaris MA Nurhadi dan Rezky Herbiyono pada sidang dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/10/2020). Mantan Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono didakwa Jaksa Penuntut Umum KPK telah menerima suap Rp45,7 miliar dan gratifikasi senilai Rp37,2 miliar terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan hati-hati untuk mengembangkan kasus mantan sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi ke arah dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Kehati-hatian ini belajar dari perkara Tubagus Chaeri Wardana (TCW) alias Wawan.

"Kemarin Pak Nawawi (Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango) pernah menyampaikan kemungkinan ada TPPU, nah ini kan baru kita kumpulkan karena belajar dari kasus TCW, kita harus hati-hati terhadap pengenaan pasal TPPU," ucap Deputi Penindakan KPK Karyoto di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (22/10).

Baca Juga

Menurut dia, jika KPK dapat membuktikan unsur tindak pidana asal atau "predicate crime" maka tidak menutup kemungkinan kasus Nurhadi dinaikkan lagi dengan penerapan pasal TPPU. "Kalau kita mendapatkan tindak pidana asal atau 'predicate crime'-nya, tentunya akan kita naikkan lagi dengan kasus TPPU," ujar Karyoto.

Terkait dugaan TPPU Nurhadi, KPK juga telah menyita beberapa aset seperti lahan kelapa sawit di Padang Lawas, Sumatera Utara, vila di Megamendung, Kabupaten Bogor, dan belasan kendaraan mewah. KPK sebelumnya telah menetapkan Nurhadi, menantunya Rezky Herbiyono, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto yang saat ini masih buron sebagai tersangka gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada 2011-2016.

Nurhadi dan menantunya didakwa menerima suap Rp45,726 miliar dari Hiendra terkait pengurusan dua gugatan hukum. Selain itu, keduanya juga didakwa menerima gratifikasi senilai Rp37,287 miliar pada periode 2014-2017.

Pada 16 Juli 2020 Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp58,025 miliar terhadap Wawan. Ia terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan alat kesehatan di Banten dan Tangerang Selatan.

Namun, Majelis Hakim menyatakan Wawan tidak terbukti melakukan TPPU pada periode 2005-2012 senilai sekitar Rp1,9 triliun yang merupakan dakwaan kedua dan ketiga. KPK sudah menyatakan banding terhadap putusan tingkat pertama tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement