Senin 30 Jun 2014 23:05 WIB

Hakim: Tak Ada yang Meringankan Akil

Rep: Gilang Akbar P/ Red: Erik Purnama Putra
Akil Mochtar
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Akil Mochtar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Terdakwa kasus suap ke Mahkamah Konsitus (MK) Akil Mochtar divonis seumur hidup oleh Majelis Hakim. Hukuman maksimal ini dijatuhkan hakim tanpa kewajiban denda dan pengembalian apapun dari Akil karena subsider kurungan tidak akan bisa dipenuhi terdakwa vonis seumur hidup.

“Menjatuhkan pidana seumur hidup kepada terdakwa Akil Mohctar,” kata Ketua Majelis Hakim Suwidya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Senin (30/6).

Akil dinyatakan sudah mencoreng lembaga hukum tinggi Indonesia, MK, atas perbuatannya. Dia juga dinilai tidak memberikan contoh teladan bagi hakim lainnya di Indonesia.

Tidak ada faktor meringankan atas vonis yang diberikan oleh Majelis Hakim. Pasalnya, Akil dengan vonis seumur hidupnya telah melakukan pelanggaran berat atas sesuai tiga dakwaan yang disematkan kepadanya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.

Hakim Suwidya mengatakan, Akil terbukti menerima hadiah atau janji untuk pengurusan sejumlah sengketa Pilkada di MK selama ia menjadi hakim agung sejak 2008 silam. Dari seluruhnya ini, Akil terbukti menerima suap dari pengurusan Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah sebesar Rp 3 miliar, Pilkada Lebak, Banten Rp 1 miliar, Pilkada Empat Lawang sebanyak Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS, dan Pilkada Kota Palembang, Sumsel Rp 3 miliar dari Rp 19,5 miliar yang sedang dibuktikan.

Untuk Pilkada Palembang, jumlahnya menjadi bisa dipinggirkan karena menurut Majelis Hakim dengan Rp 3 miliar pun unsur suap sudah terpenuhi. Adapun, untuk sengketa Pilkada Lampung Selatan, Akil tidak terbukti menerima uang Rp 500 juta sebagai suap, namun gratifikasi.

Kemudian, hakim menyatakan Akil terbukti menerima suap sebagaimana dakwaan kedua yaitu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Buton Rp 1 miliar, Kabupaten Pulau Morotai Rp 2,989 miliar, Kabupaten Tapanuli Tengah Rp 1,8 miliar, dan menerima janji pemberian terkait keberatan hasil Pilkada Provinsi Jawa Timur Rp 10 miliar.

Tak hanya itu, selain pilkada-pilkada di dakwaan pertama tersebut, Akil juga terbukti melakukan dakwaan kedua. Yaitu, menerima Rp 125 juta dari Wakil Gubernur Papua periode tahun 2006-2011 Alex Hesegem.

Uang ini diberikan Alex terkait dengan sengketa Pilkada Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kota Jayapura, dan Kabupaten Nduga. Tak hanya itu, Akil juga disebut Hakim telah menerima Rp 7,5 miliar dari Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan terkait Pilgub banten.

“Sedangkan untuk Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Rp 35 miliar (dari 126 miliar yang didakwakan) bukan termasuk TPPU, itu milik Muhtar Effendy (orang dekat Akil),” kata Haim Suwidya.

Atas putusan ini, Akil mengaku akan naik banding hingga hak-haknya sebagai tervonis habis. Bahkan dia berseloroh, hingga ke akhirat nanti pun ia tetap akan mengajukan banding. “Tidak apa-apa, kami terima, tapi sampai ke mana juga saya akan banding, sampai surga pun saya akan banding,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement