Rabu 18 Jun 2014 19:58 WIB

'Langgar Imigrasi, Guru JIS Harusnya Bukan Dideportasi Tapi Dipidana'

Rep: Dyah Meta Ratna Novia/ Red: Agung Sasongko
Jakarta International School (JIS)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Jakarta International School (JIS)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga guru TK Jakarta International School (JIS) mangkir dari panggilan polisi terkait dugaan kekerasan seksual, dengan alasan tengah mengurusi masalah internal.

Menyikapi hal tersebut, Direktur Pusat Kajian dan Pelatihan hukum Irvan Riyadi menyatakan, kalau pada panggilan pertama tidak hadir, panggilan kedua dan seterusnya tidak hadir, maka sesuai ketentuan ada mekanisme penjemputan paksa.

"Ketiga guru yang akan diperiksa tersebut adalah mereka yang ditunda pemulangannya oleh pihak imigrasi. Pada mulanya polisi menyebut terdapat empat guru asing yang akan segera dimintakan keterangannya," kata Irvan, Rabu, (18/6).

Menurut Irvan,  supremasi hukum dan koordinasi antar lembaga penegak hukum diuji terkait kasus JIS ini. Jika deportasi dilakukan, lalu penggalian fakta-fakta hukum berkembang, maka hal itu akan menyulitkan sendiri pihak kepolisian dalam mengungkap tuntas kasus ini.

Kementerian Hukum dan HAM, Pihak Imigrasi dan Kepolisian tentunya juga harus profesional dan menolak segala bentuk intervensi dari oknum-oknum yang bermain maupun ‘lobi-lobi politik’ yang dikhawatirkan muncul dari negara asal guru tersebut.

Jangan sampai kedatangan Consulate Jenderal Kedubes Amerika Serikat, Thurmond H Border yang turut mendampingi pemeriksaan Kepala Sekolah JIS Timothy Carr dan guru JIS Murphy di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Metro Jaya kemarin mengintervensi proses penyidikan.

Sebelumnya diketahui bahwa Imigrasi telah mendeportasi guru-guru  Jakarta International School (JIS) kecuali empat orang yang masih dalam penyelidikan. Deportasi tersebut dilakukan sesuai dengan verifikasi Kemenkum HAM kalau mereka melanggar keimigrasian.

Seharusnya, ujar  Irvan, jika dikaji lebih jauh, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian Pasal 50 mengatakan, "Orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud pemberian izin keimigrasian yang diberikan kepadanya, dipidana dengan penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 25 juta," ujarnya.

Oleh karena itu, kata  Irvan, hasil kajian imigrasi tersebut terasa janggal dan aneh. Sebab, jika merunut Pasal 50 UU Imigrasi tersebut bahkan ancaman hukumannya bisa sampai 5 tahun. Hal ini juga merupakan bukti sahih akan lemahnya hukum dan akan menjadi preseden buruk terhadap supremasi hukum di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement