REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta mengimbau peternak memperhatikan dan menjaga kondisi unggas secara intensif selama masa anomali cuaca untuk menghindari virus H5N1 atau flu burung.
Koordinator Unit Respon Cepat Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS) Dinas Pertanian DIY Tri Wahana Adiwijaya di Yogyakarta, Jumat, mengatakan kasus flu burung akan menurun apabila suatu daerah telah benar-benar memasuki musim kemarau secara dominan.
"Masih tingginya kasus flu burung disebabkan anomali cuaca yang mendorong virus H5N1 tumbuh subur," kata dia.
Ia mengatakan dalam penanganan flu burung, peternak unggas dianjurkan untuk tetap memilih melapor dari pada menangani sendiri.
"Memang masyarakat juga sebenarnya dapat menangani sendiri kalau ada kasus flu burung. Biasanya dengan menguburkan unggas yang mati, namun tentu bekas virus flu burung membutuhkan disinfektan serta penanganan khusus," katanya.
Apalagi, menurut dia, virus penyebab flu burung saat ini cenderung memiliki tingkat keganasan lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnnya. Hal itu, menurut dia, disebabkan partikel virus yang selalu mengalami perkembangan.
"Sekarang justru sulit terlihat tanda-tanda apakah unggas terpapar flu burung atau tidak. Tiba-tiba mati dan posistif terkena virus H5N1," kata dia.
Menurut Tri, sejak 2003 hingga saat ini, DIY masih dinyatakan berstatus endemik flu burung. Suatau daerah dunyatakan tidak berstatus endemik apabila selama kurun enam bulan secara berturut-turut sama sekali tidak terjadi kasus kematian unggas akibat flu burung.
Ia menyebutkan, hingga Mei 2014 telah dilaporkan sebanyak 131 kasus unggas mati karena positif terpapar virus H5N1. Jumlah unggas mati terpapar virus H5N1 tersebut ditemukan di Kota Yogyakarta 6 ekor, Kabupaten Bantul 25 ekor, dan Kabupaten Gunung Kidul 100 ekor.
"Saat benar-benar kemarau tiba nanati, kemungkinan tren (flu burung) akan menurun. Panas yang tinggi tentu menyebabkan virus-virus di udara mati," kata Tri Wahana.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta menyatakan meskipun saat ini di DIY telah memasuki musim kemarau, kondisi curah hujan masih normal yakni berkisar 40 mili meter per dasarian.
"Bulan Juni memang masih merupakan masa-masa awal musim kemarau, sehingga lumrah apabila masih terjadi hujan ringan. Bulan-bulan selanjutnya akan terus berkurang," kata Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Yogyakarta, Tony Agus Wijaya, Rabu (11/6).
Selain itu, pada kemarau tahun ini juga masih memungkinkan terjadinya gangguan cuaca jangka pendek, yang mengakibatkan ketidak pastian cuaca.