REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Dinas Sosial (dinsos) Kota Surabaya Supomo, menilai pihaknya memahami betul apa yang dibutuhkan warga lokalisasi berdasar pengalaman deklarasi alih fungsi sejumlah lokalisasi sebelumnya. Oleh karena itu, pihaknya menyiapkan skema rehabilitasi yang menyentuh berbagai aspek meliputi sosial, pendidikan, dan ekonomi.
‘’Keseriusan pemkot dapat dilihat pada kondisi eks-lokalisasi seperti Dupak Bangunsari, Tambakasri, Sememi dan Klakahrejo. Di keempat wilayah tersebut kondisinya saat ini sudah berubah jauh lebih baik,’’ katanya, Jumat (13/6).
Pemkot Surabaya diakuinya sudah mengucurkan Rp 28 miliar untuk penyediaan lapangan pekerjaan. Khusus untuk Dolly, pihaknya menyiapkan anggaran sebesar Rp 16 miliar untuk tempat pelatihan, balai RW, pendidikan anak usia dini (PAUD) serta sarana olahraga.
“Niatan pemkot ini adalah untuk kebaikan warga. Insya Allah tidak ada satu pun pelanggaran HAM saat deklarasi alih fungsi Dolly nanti,” kata Supomo.
Seorang anak laki-laki yang ikut dalam audiensi tersebut merasa senang karena Risma karena tekadnya untuk menutup Dolly. Sambil menangis, anak itu berterimakasih karena tekad kuat Risma menutup Dolly. ‘’Terimakasih ibu karena pada akhirnya saya bisa belajar,’’ ujarnya sambil menangis.
Risma terlihat tidak kuasa menahan tangis dan berkali-kali menyeka air matanya. Pada akhir pertemuan, Risma membocorkan sedikit rencana perubahan wajah kawasan Dolly. Pemkot Surabaya rencananya akan membangun sebuah gedung enam lantai.
Lantai dasar bakal difungsikan sebagai sentra pedagang kaki lima (PKL). Lantai dua untuk usaha makanan kering, lantai tiga dan empat khusus untuk perpustakaan dan komputer. Sedangkan lantai lima akan digunakan untuk taman bermain anak-anak serta balai rukun warga (RW) yang ada di lantai enam.
“Gedung itu dilengkapi dengan lift. Anggaran yang disiapkan sebesar Rp 9 miliar,” ujar Risma.
Tentu di samping itu pemkot Surabaya juga akan membangun sarana penunjang lain seperti sarana olahraga dan perdagangan.
Sementara itu, Dianto menjelaskan bahwa Komnas HAM tidak pada posisi yang pro maupun kontra terhadap program pemkot. Pada dasarnya, Komnas HAM bertindak atas adanya pengaduan, dalam hal ini pengaduan dari pihak yang kurang setuju rehabiliasi kawasan Dolly.
Dengan demikian, sudah merupakan kewajiban Komnas HAM untuk memahami permasalahan dengan cara menggali informasi dari dua sudut pandang. “Saya senang sekali hari ini mendapat penjelasan dari Ibu Rismadan para stafnya. Sehingga ini akan memperlengkapi informasi yang sebelumnya kami himpun selama lebih kurang sepuluh hari,” ujarnya.
Pihaknya bahkan bersedia membantu untuk melakukan mediasi antara Pemkot Surabaya dan warga yang menolak penutupan Dolly. Sehingga, kata dia, penutupan lokalisasi prostitusi terbesar di Asia Tenggara itu dapat dilakukan dengan lancar tanpa adanya konflik atau gesekan. N Rr Laeny Suistyawati