REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang perkara gugatan yang di ajukan artis Helmalia Jelita Putri kembali dihelat di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (11/6). Kali ini, persidangan beragendakan keterangan para saksi dalam Perkara Hasil Pemilihan Umum (PHPU).
Caleg Partai Gerindra dapil Kepulauan Riau (Kepri) tersebut mengajukan gugatan ke MK agar hakim konstitusi mengembalikan sekitar 5 ribu suara miliknya yang hilang di Pileg 9 April lalu. Sebab, ia mengetahui adanya suara hilang dari hasil rekapitulasi penghitungan suara yang dilakukan KPU Batam, yang hasilnya berbeda dari data awal.
Kehilangan suara terjadi sejak di TPS hingga ke KPU Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Partai Gerindra sendiri di Provinsi Kepri mengklaim kehilangan sekitar 40 ribu suara, hanya di Kota Batam.
"Jumlah suara saya di TPS 27 Kelurahan Bengkong, Kecamatan Sadai, Kota Batam saya mendapatkan 95 suara. Dari 2.056 TPS se-Kota Batam hampir rata-rata di tiap TPS saya kehilangan 70 suara," ungkap artis yang akrab dipanggil Puput itu di gedung MK.
Dia menyatakan, berdasarkan hasil rekapitulasi jumlah suara awal, Gerindra mendapatkan 40 ribu suara. Namun pada pada hasil rekapitulasi akhir malah menyusut menjadi 24 ribu suara. Helmalia menuding, penggembosan suaranya terjadi mulai dari tingkat kelurahan hingga KPU provinsi.
"Banyak pihak mengklaim suaranya besar. Mereka bilang ada di formulir C1. Tapi boleh kita adu data. Saya punya data dan saksi. Jumlah suara DPR RI untuk Gerindra itu menyusut, karena itu dengan sidang PHPU ini saya berharap majelis hakim mengabulkan permohonan saya," pintanya.
Bukan hanya itu, artis berdarah Aceh itu curiga kecurangan terjadi di formulir C1 dan adanya mobilisasi massa. Pasalnya, ada pemilih yang hanya menggunakan KTP bisa nyoblos berkali-kali. "Ini seperti yang dikatakan oleh saksi Partai NasDem di persidangan ada yang nyoblos DPKTP (daftar pemilih KTP) ini berbahaya ada bisa yang nyoblos berkali-kali," katanya.
Sementara itu, pengacara Puput, Guntur Fattahilah mengatakan, hilangnya suara terjadi mulai dari TPS, hingga tergerus hingga di tingkat KPU Provinsi. "Karena itu dalam persidangan ini, kami membawa para saksi dari partai lain yang saat pileg mengawal surat suara dari TPS hingga KPUD Kota Batam," kata Guntur.
Sementara usai persidangan, saksi Partai Demokrat, Muhammad Ali Imron memperkuat peryataan Helmalia. Dia mengatakan, perubahan jumlah rekapitulasi suara banyak terjadi di tingkat keluarahan atau formulir D1. Bahkan, ia pernah meminta untuk menghitung kembali surat suara dalam rapat pleno KPU Batam yang berlangsung 21-28 April 2014.
"Namun permintaan itu ditolak dengan alasan tak tersedianya waktu. Padahal Bawaslu dan KPU RI sudah memberikan rekomendasi, siapa pun pihak yang meminta ulang perhitungan jumlah suara, harus diberikan," ujar dia.
Ironisnya, seluruh pihak dan saksi partai yang hadir dalam menyetujui dan menandatangani berita acara hasil rapat pleno terakhir KPU Batam pada 28 April 2014. "Tak ada satu pihak pun yang mengajukan keberatan hasil rapat pleno terakhir KPU," pungkasnya.
Dia menilai, dari apa yang lihat dan saksikan harusnya Puput yang mendapatkan jatah kursi di DPR, karena Gerindra menempati posisi kedua, kemudian disusul oleh PAN. Adapun, PDIP menempati menempati posisi teratas dalam pengumpulan suara di dapil Kepri.
"Tapi, pas hasil akhir rekapitulasi suara di KPU Kota Batam, Partai Gerindra justru melorot di luar tiga besar," ungkapnya.
Dalam persidangan PHPU gugatan Gerindra, majelis konstitusi dipimpin Ketua MK Hamdan Zeolva dan didampingi dua hakim konstitusi, yakni Muhamad Alim dan Wahiduddin Adams.
Dalam persidangan terkait perolehan suara di propinsi Kepri itu ada 14 kasus PHPU, tiga kasus dimohonkan PKB, satu kasus diajukan Golkar, dan satu kasus dimohonkan Gerindra. Sedangkan, Demokrat mengajukan lima kasus, satu kasus oleh PPP, dan dua kasus oleh Hanura, serta satu kasus oleh PKPI.